Rabu 20 Sep 2017 16:25 WIB

Pembangunan Rumah Ramah Lingkungan Dinilai Perlu Dilakukan

Ilustrasi perumahan rakyat.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Ilustrasi perumahan rakyat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arsitek Senior dan Pengamat tata kota Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan adopsi penerapan teknologi properti murah, perlu terus digencarkan edukasi ke publik. Menurut dia, terdapat tiga pihak yang bertanggung jawab dalam mendukung penerapan adopsi teknologi kayu ramah lingkungan. Mereka adalah pemerintah daerah, pengembang, dan arsitek.

Ketiganya, kata Nirwono, harus mengangkat kembali dan membangun rasa bangga terhadap arsitektur lokal yang melihat sejarahnya merupakan rumah berbahan bangunan lokal ramah lingkungan, termasuk di sini kayu, bambu, batu kali. "Pemda harus siapkan perda yang  mewajibkan mengangkat arsitektur lokal dan berbahan ramah lingkungan, pengembang dan arsitek wajib mengikutinya, kalau tidak pemda tidak memberikan IMB," kata Nirwono dalam keterangannya, Rabu (20/9).

Angka backlog yang menunjukkan kekurangan terhadap ketersediaan rumah di Indonesia saat ini mencapai 13,8 juta unit. Penerapan teknologi properti murah dinilai dapat mengurangi angka backlog. Salah satunya dengan teknologi kayu olahan sistem knockdown alias rakit tahan rayap, tahan api, karena mampu dibangun dengan cepat, juga harga lebih murah sekaligus ramah lingkungan.

Nirwono berkata, agar adopsi teknologi kayu bertahan lama, dilakukan penguatan lingkungan seperti pelestarian hutan kayu dan hutan bambu, sehingga menambah luas RTH dan memperbaiki kualitas lingkungan pemukiman. "Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan harus diterapkan di mana pembangunan perumahan dan pemukiman harus ramah lingkungan. Dengan begitu, pada akhirnya memperbaiki kualitas lingkungan, dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan penghuninya," ujarnya.

Selain itu, menurut Nirwono, masih minimnya adopsi teknologi properti dan penggunaan bahan alternatif membangun rumah, karena tidak ada kebijakan tata ruang yang konsisten kepada masyarakat dan pengembang. Padahal, dalam membangun, kawasan hunian, kawasan ruang terbuka hijau harus seimbang.  

Selama ini, kata Nirwono, konsep pengembangan kawasan di kota kawasan perkotaan belum diarahkan ke kepadatan sedang-tinggi untuk menghemat lahan, juga belum ada pembatasan rumah tapak di dalam kota dan menerapkan prinsip bangunan hijau. Upaya lain yang mendesak dilakukan adalah revitalisasi kawasan padat penduduk dan padat bangunan di pusat kota, dengan mendorong hunian vertikal, juga perbaikan kampung dalam kota.

"Juga perlu dilakukan pengembangan rumah tapak dengan kepadatan rendah-sedang bisa ke arah pinggiran kota dengan teknik arsitektur lokal yang seringkali lebih hemat biaya, cepat dari sisi pembangunan, dan ramah lingkungan. Contoh rumah panggung kayu dan bambu dengan teknik pengawetan tinggi sehingga bertahan lama," tegas Nirwono kepada media, Selasa (19/9).

Mengutip Laporan McKinsey Global Institute (MGI), saat ini 330 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia tinggal di perumahan di bawah standar. Sementara sekitar 200 juta rumah tangga di negara berkembang tinggal di daerah kumuh.  

MGI memperkirakan, pada 2025, sekitar 440 juta rumah tangga perkotaan di seluruh dunia --setidaknya 1,6 miliar orang-- akan menempati perumahan yang tidak memadai, tidak aman, karena tidak punya akses finansial. Agar prediksi MGI tak terjadi, berbagai terobosan teknologi properti harus diadopsi. Misal menggunakan produk kayu kimia tahan api non-polusi dalam bahan bangunan rumah kayu menjamin keamanan rumah yang dibangun, baik tunggal maupun multi-lantai.

Penggunaan kayu rekayasa ini juga sangat pas dengan melimpahnya pasokan kayu di Hutan Tanaman Industri. Belum lagi hutan tanaman yang ditanam kembali akan menghasilkan sumber daya kayu berkelanjutan yang terus tumbuh setiap tahunnya yang pada akhirnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang terus tumbuh.

Hitungan McKinsey Global Institute, rumah yang terbuat dari kayu rekayasa jauh lebih murah daripada rumah beton dan bata dengan ukuran yang sama. Biasanya, harga akan setidaknya sekitar 30 persen lebih murah, menyadari efisiensi skala, pembuatan dan produksi otomatis, biaya pondasi lebih murah, konstruksi yang cepat dan biaya pembiayaan yang jauh lebih murah. Selain tahan api, bahan juga tahan air, tahan cuaca, tahan rayap, shock-proof dan load-bearing.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement