Kamis 21 Sep 2017 08:56 WIB

UMSK Kota Bandung Ditolak Pemerintah Provinsi

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Andi Nur Aminah
Buruh pembersih bawang
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Buruh pembersih bawang

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perwakilan buruh dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh Kota Bandung mendatangi Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Rabu (20/9). Mereka memprotes penolakan pengajuan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK) oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ridwan Kamil menyayangkan penolakan UMSK yang sudah diajukan. Padahal keputusan UMSK itu sudah merupakan kesepakatan antara buruh, pengusaha, dan Pemkot Bandung.

"Buruhnya protes karena menerima surat yang isinya ditolak (UMSK). Ditolak karena masalah tafsir jam. Dalam edarannya disebutkan ditunggu 31 Agustus. Dikembalikan oleh tim 31 Agustus jam setengah 8 malam. Dianggapnya sudah lewat batas waktu. Padahal biasanya UMR juga disebut definisi tanggal itu sampai jam 12 malam," kata Ridwan usai melakukan pertemuan dengan para buruh di Pendopo Kota Bandung.

Pria yang akrab disapa Emil ini mengatakan pihaknya akan segera melakukan konsultasi dengan pemerintah provinsi agar pengajuan warganya itu bisa dipertimbangkan kembali. Sebab, dalam persepsi para buruh, selama pengajuan dokumen dilakukan di hari yang sama, maka belum dikatakan terlambat.

Ia menambahkan, pertimbangan itu perlu dilakukan mengingat perjuangan para buruh itu tidaklah mudah. Butuh upaya untuk mempertemukan kesepahaman antara para buruh, pemerintah, dengan para pelaku industri yang menaungi mereka. Setelah ketiganya setuju, maka sesuai dengan regulasi, penerapan upah sektoral itu tetap harus mendapatkan rekomendasi dari pemerintah provinsi.

"Kan (perjuangannya, Red) alot. Biasa buruh mah, detik-detik terakhir masih terus memperjuangkan. Jadi intinya dari kita enggak ada masalah. Ini hanya masalah persepsi persetujuan dari provinsi," ujarnya.

Upah minimum sektoral yang diajukan oleh para buruh itu merupakan penetapan upah minimum bagi sektor-sektor industri unggulan yang dianggap pertumbuhan industri yang baik. Sistem itu diberlakukan terhadap tiga sektor, hotel bintang empat dan lima, perdagangan besar ekspor, dan perbankan.

Jadi dalam peraturan perundang-undangan, Emil mengatakan, setelah upah minimun regional ditetapkan oleh provinsi itu, kota/kabupaten boleh melakukan kajian untuk menaikan lagi. Tapi untuk sektor-sektor yang dianggap mampu. "Jadi adil itu proporsional. Kita menganggap industri-industri yang mampu di Bandung ini ada beberapa yang upahnya bisa lebih tinggi sedikit. Tapi prosedurnya harus tetap disetujui oleh provinsi," tuturnya.

Dia mengatakan, jika pengajuan upah minimum sektoral Kota Bandung disetujui, maka para buruh yang bekerja di tiga sektor itu di Kota Bandung akan mendapatkan kenaikan upah minimum sebesar satu persen dari yang semula Rp 2.843.662 menjadi Rp 2.872.058.

Ketua Forum Komunikasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Kota Bandung Hermawan mengatakan perjuangan para buruh dan Dewan Pengupahan terhenti di meja Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Seluruh persyaratan yang telah lengkap itu dinyatakan ditolak karena perbedaan persepsi waktu pengumpulan.

Hermawan menjelaskan, pihaknya telah mengajukan dokumen pada 31 Agustus 2017, sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan pemerintah provinsi. Namun, pihak provinsi menyatakan pengajuan itu terlambat karena dilakukan pada pukul 19.30 WIB.

Hermawan berharap Pemerintah Kota Bandung dapat mendukung perjuangan para buruh untuk mengajukan penetapan upah sektoral. "Kami berterima kasih semoga kepada Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung yang selalu membantu kami, ujar Hermawan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement