REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer HAM Asean Human Right Working Group (HRWG) Daniel Awigra berpendapat seruan pemutaran film G30 S PKI dari Panglima TNI Gatot Nurmantyo sah saja, tetapi jangan dipaksakan. Menurutnya, seruan atau imbauan dari otoritas mana pun boleh saja, tetapi yang harus diingat adalah diperlukan kritisisme dari masyarakat.
"Jadi silakan saja menyuarakan, tapi jangan dipaksakan, enggak boleh dipaksakan, diimbau boleh, tapi nggak boleh dipaksakan kewenangan. Setelah enggak dipaksakan adalah ya masyarakat harus kritis untuk mengakses sumber sumber dari sumber yang lain," kata Daniel, Kamis (21/19).
Dia berpendapat, film itu secara substansi bermasalah. Daniel meminta publik jangan percaya begitu saja terhadap satu sumber yang terkesan dipaksakan. Dia menyinggung zaman Orde Baru, di mana setiap tanggal 30 September masyarakat diharuskan menonton film tersebut.
"Dan apa yang terjadi? Faktanya itu tidak hanya satu versi itu aja ada banyak versi-versi lain yang kita ketahui bahwa memang fakta itu ditutup-tutupi bahkan bisa dikatakan kebenarannya dipertanyakan makan ada berapa orang yang menyebut itu hoaks," lanjutnya.
Lebih lanjut dia menyoroti dua hal, pertama problem substansi film itu sendiri di mana sudah menuai banyak kritik seperti halnya dibuat untuk melanggengkan Orde Baru. Kedua, kata dia, adalah sisi politik yang mana isu ini menurutnya bisa digunakan untuk menjebak pemerintahan saat ini. Dia menambahkan publik seolah dihadapkan pada tidak punya pilihan.
"Nah ini kan sudah kelihatan bermasalah nih, didukung berarti mendukung pemutaran film yang bermasalah secara substansi. Enggak didukung dikira antara pro komunis dan masyarakat itu kayaknya nggak ada pilihan," tambah dia.