REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menghidangkan air putih sudah bagian dari memuliakan sang tamu. Mari kita simak bagaimana Nabi Ibrahim AS memuliakan tamu mereka. Allah SWT berfirman, "Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) kisah tamu Ibrahim yang dimuliakan. (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan, 'Salamun', Ibrahim menjawab 'Salamun', kamu adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka, dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar) lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata, 'Silakan kamu makan.'" (QS adz-Dzaariyat 24-27).
Hidangan merupakan hak tamu. Sementara, memuliakan tamu adalah kewajiban tuan rumah. Bahkan, Nabi SAW menggolongkan memuliakan tamu sebagai salah satu bentuk keimanan. "... dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia memuliakan tamu...." (HR Bukhari dan Muslim).
Meski kita dianjurkan untuk memuliakan tamu bukan berarti kita berlebihan dalam menjamu tamu. Dalam hal makanan dan minuman, merujuk kisah Nabi Ibrahim AS dalam ayat di atas, beliau masuk ke dalam rumah secara sembunyi-sembunyi dan menyajikan daging sapi yang beliau miliki.
Artinya Nabi Ibrahim AS berusaha menyajikan hidangan yang hanya ia miliki. Tak perlu juga membebani diri dengan menyajikan hal yang tak ia miliki. Kita juga tidak perlu menyajikan semua hidangan yang kita miliki kepada sang tamu.
Jika hendak pulang, Islam menganjurkan agar tuan rumah mengantarkan sang tamu hingga ke depan pintu. Jangan hanya duduk di tempat semula dan mempersilakan tamunya keluar sendiri. Semoga kita diberikan kekuatan untuk senantiasa memuliakan setiap tamu yang datang kepada kita.