Jumat 22 Sep 2017 13:32 WIB

Kemenkes: Fasyankes Perlu Fasilitas Berteknologi Nuklir

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Andri Saubani
Kedokteranb Nuklir (ilustrasi)
Foto: VOA
Kedokteranb Nuklir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebut kesehatan masyarakat butuh sentuhan tenaga nuklir. Menurut Sekretaris Jenderal Kemenkes RI Untung Suseno Sutarjo, Jumat (22/9), kesimpulan itu merupakan hasil pertemuan Scientific Forum-General Conference IAEA ke-61 di Gedung PBB Wina, Austria. Pertemuan global tahunan IAEA itu mengusung tema Nuclear Techniques in Human Health.

Untung menyebut selama ini teknologi nuklir digunakan dalam bidang radio terapi dan radio diagnostik. Namun, teknologi nuklir juga dapat digunakan untuk pemandulan nyamuk dalam pengendalian vektor penyakit menular.

Untung mengatakan, forum itu meyoroti sejumlah permasalahan kesehatan. Pertama, membahas peran nutrisi dalam mencegah penyakit tidak menular. Menurutnya, kondisi malnutrisi menjadi faktor penting dalam terjadinya penyakit kanker dan metobolik (jantung, diabetes mellitus, hipertensi).

Ia mengatakan, ahli kesehatan mampu mengevaluasi program perbaikan nutrisi baik perorangan maupun masyarakat melalui teknoligi nuklir dan isotop. Selain itu, teknologi itu dapat mengembangkan program-program serta kebijakan yang tepat untuk perbaikan nutrisi.

Untung berujar, pembahasan topik ini juga menggarisbawahi tren dalam pencitraan medis dalam menilai status gizi seseorang. "Salah satunya dengan memasukkan foto ke dalam sebuah aplikasi yang bisa diunduh di play store," kata Untung.

Kedua, teknologi nuklir dapat melakukan diagnosis penyakit mulai dari penetapan stadium, lokasi, dan penyebaran penyakit, serta respons terhadap pengobatan. Penyakit-penyakit yang menggunakan teknologi ini antara lain kanker, jantung, dan pembuluh darah, penyakit menular, serta saraf.

Ketiga, ahli kesehatan harus menjawab tantangan bagaimana menggunakan kedokteran nuklir yang aman melakukan deteksi dini, diagnosis, dan pengobatan suatu penyakit. Menurut dia, tantangan yang ada, adalah biaya kesehatan, infrastruktur, SDM, serta data yang lengkap untuk menghasilkan pilihan kebijakan yang komprehensif. Sehingga, pengembangan kedokteran nuklir dapat mengatasi masalah kesehatan di setiap negara.

Keempat, Untung mengatakan para panelis membahas ihwal pengobatan kanker menggunakan radioterapi dengan pendekatan multi disiplin untuk mengoptimalkan hasil bagi pasien. Salah satu penelis, dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Soehartati mengatakan membahas perkembangan paling mutakhir dalam radioterapi dan inovasi dalam perawatan pasien.

Menurut dia, sosialisasi teknik-teknik baru di bidang radiolongi penting pada tenaga kesehatan. Pun menurutnya, negara harus bijak menentukan modalitas radio diagnosis dan radio terapi mengingat teknologi baru yang mahal dan akan berat bila ditanggung UHC.

Kelima, membahas ihwal menjaga mutu dan keamanan penggunaan radiasi bidang kesehatan. Pembahasan ini menekankan pentingnya peer review, audit klinis, dan bagaimana meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement