REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Duta Besar RI untuk Myanmar Ito Sumardi mengatakan, kondisi di Rakhine State saat ini memang sangat kompleks. Kawasan ini menjadi daerah konflik yang membahayakan bagi masyarakat yang ada di sekitar maupun perwakilan pemerintah dan organisasi yang akan memberikan bantuan.
Pengiriman bantuan untuk masyarakat di sekitar Rakhine State kerap mendapat perlawanan dari sejumlah etnis agama lainnya. Karena itu, pengiriman bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Rohingya yang berada di Rakhine State, termasuk dari Pemerintah Indonesia, menemui kendala.
"Kondisi keamanan di sana (Rakhine State) intensitasnya sangat tinggi dengan kehadiran masyarakat asing sehingga butuh kerjasama dengan pemerintah daerah atau ICRC (Palang Merah Internasional)," kata Ito di kantor KBRI Myanmar, Jumat (22/9).
Ito menjelaskan, ICRC yang dipercaya pemerintah mengirimkan bantuan pun sangat sulit menembus penjagaan dari masyarakat di Rakhine State. Berdasarkan informasi yang diterima KBRI sempat terjadi penyerangan menggunakan bom molotov oleh penduduk di sekitar sungai ketika ICRC akan mengirimkan bantuan kemanusian.
Masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis dan suku saling mencurigai kemana bantuan yang dibawa oleh ICRC akan didistribusikan. Mereka akan kesal ketika bantuan yang dikirim bukan untuk masyarakat tersebut.
Untuk itu, setiap pendistribusian bantuan perlu koordinasi dengan pihak keamanan setempat. "Inilah yang seharusnya kita pertimbangkan secara matang karena bagi kami, KBRI Yangon, yang harus kami pertimbangkan terutama adalah keselamatan apabila ada relawan dari kita yang diijinkan masuk ke sana (Rakhine State),” ujar Ito.
Pelaksana Fungsi Politik KBRI Myanmar Bonifatius Agung menjelaskan, konflik yang terjadi di sekitar Rakhine State menimbulkan ketidakpercayaan di mata masyarakat yang tertimpa. Hal tersebut membuat pengungsi di sana sulit mengembalikan posisi untuk mempercayai pemerintah setempat.
Menurut Boni, masyarakat yang menjadi pengungsi maupun tidak masih merasa tidak aman sehingga menimbulkan kecurigaan hingga saat ini. "Itu berpengaruh ketika ada pengiriman bantuan. Mereka berpikir kenapa satu pihak diberi, tapi pihak yang lain tidak," kata Boni.
Dia menerangkan, sulitnya organisasi internasional dalam mengirimkan bantuan dikarenakan adanya penemuan bahan makanan yang merupakan bantuan kemanusiaan di tempat persembunyiaan pemberontak Arase Rohingya Salvation Army (ARAS). Penemuan oleh pihak militer itu membuat pemerintah menutup sebagian banyak akses organisasi dalam memberikan bantuan, dan hanya menyisakan ICRC.