Jumat 22 Sep 2017 17:24 WIB

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Mulai Dibahas

Rep: Binti Sholikah/ Red: Endro Yuwanto
Kekerasan seksual terhadap anak (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Kekerasan seksual terhadap anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pemerintah melalui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise sepakat membahas Rancangan Undang Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang diinisiasi oleh DPR RI dalam Rapat Komisi VIII DPR.

Dalam dengar pendapat dan pandangan pemerintah tentang RUU PKS yang disampaikan Menteri PPPA, awal pekan ini, pemerintah setuju dengan DPR yang mengusulkan RUU PKS, walaupun pemerintah memiliki beberapa perbedaan pendapat.

Menteri PPPA Yohana Yembise menyatakan, terdapat perbedaan pendapat antara pemerintah dengan DPR dalam pembahasan RUU PKS. Pertama, dari 152 pasal RUU yang diusulkan oleh DPR, menurut pemerintah hanya diatur dalam 50 pasal. Sebab, materi yang bersifat teknis akan diatur dalam Peraturan Presiden tentang Kebijakan Nasional Pencegahan Kekerasan Seksual dan beberapa pasal harus dihapus karena sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Kedua, lanjut Yohana, kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada perempuan dan anak, namun dapat terjadi pada orang dewasa laki-laki, seperti kekerasan seksual menyimpang. Ketiga, pemerintah tidak ingin membentuk lembaga baru di daerah dengan membentuk pusat pelayanan terpadu karena ingin mengurangi pembentukan lembaga di daerah. Terakhir, perlunya pemahaman bersama jika kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan siapa saja.

"Oleh karena itu, upaya pencegahannya tidak perlu dibatasi pada bidang tertentu, seperti bidang pendidikan, infrastruktur, pelayanan publik dan tata ruang, pemerintahan, dan tata kelola kelembagaan, ekonomi, sosial, dan budaya," jelas Yohana, Jumat (22/9).

Sebelumnya, Komisi VIII DPR yang diwakili oleh Ketua Komisi VIII M Ali Taher menyampaikan pandangannya terkait RUU PKS diharapkan dapat menjawab persoalan yuridis dan menjadi payung hukum yang mampu memberikan kejelasan dan kepastian hukum. Sebab, peraturan perundang-undangan yang sudah ada dirasakan belum sepenuhnya mampu merespon fakta kasus kekerasan seksual.

Adapun Yohana berharap, dengan adanya RUU PKS, kekerasan seksual dapat berkurang dan dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku. Selain itu, korban juga mendapatkan perlindungan dalam bentuk pemenuhan hak-haknya, seperti layanan yang dibutuhkan termasuk diberi kesempatan untuk penggantian identitas, diakui status kelahirannya, perlindungan dari kehilangan pekerjaan, mutasi pekerjaan atau akses politik, perlindungan dari tuntutan pidana atau gugatan perdata atas persitiwa kekerasan seksual yang dilaporkan, dan mendapatkan pengasuhan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement