Jumat 22 Sep 2017 18:12 WIB

CFD akan Jadi Saksi Sejuta Cap Telapak Tangan untuk Rohingya

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Endro Yuwanto
Anak-anak menunjukan tangannya seusai memberikan cap tangan dikain putih dalam kegiatan Cap Telapak Tangan Cinta untuk Rohingya di halaman parkir Sarinah, Jakarta, Ahad (10/9).
Foto: Republika/Prayogi
Anak-anak menunjukan tangannya seusai memberikan cap tangan dikain putih dalam kegiatan Cap Telapak Tangan Cinta untuk Rohingya di halaman parkir Sarinah, Jakarta, Ahad (10/9).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sejuta cap telapak tangan sepanjang satu kilometer siap segera dibentangkan di Car Free Day (CFD),  Jakarta, Ahad (24/9) mendatang. Cap telapak tangan oleh anak-anak seluruh Indonesia sebagai wujud kepedulian anak terhadap tragedi Rohingya.

Aksi yang diinisiasi oleh Forum Lintas Komunitas Pendongeng Indonesia (FLKPI) ini memang sengaja diadakan untuk menumbuhkan rasa empati pada anak.

"Kami mencoba memberi wadah kepada anak untuk mengekspresikan emosi mereka, sambil mengedukasi untuk berikan kontribusi bagi bangsa," ujar inisiator Aksi Sejuta Telapak Tangan Anak untuk Rohingya Iman Surahman di Kantor Dompet Dhuafa, Jumat (22/9) sore.

Iman menceritakan ketika ia masih bersekolah, terjadi konflik antara Serbia dan Bosnia yang tidak terlalu detail dipahami oleh anak-anak pada saat itu. Sementara saat ini, anak-anak sudah menguasai teknologi dan bisa mengakses gambar-gambar kekejaman konflik Rohingya yang bisa menimbulkan emosi.

Aksi ini sebagai wujud pelampiasan emosi anak dengan cara yang positif dan empati terhadap saudara sesama Muslim di Rohingya. Sekaligus edukasi agar kelak jangan melakukan hal serupa. Anak-anak justru harus diajarkan bagaimana memberikan kontribusi bagi kemaslahatan bangsa.

Stigma buruk anak terhadap suatu agama tertentu, menurut anggota FLKPI lainnya, Dwi Cahyadi, tentu tidak bisa dibiarkan. Hal ini yang membuat FLKPI, LPAI, dan Dompet Dhuafa harus menentukan sikap mengatasi pemikiran-pemikiran yang akan timbul pada anak-anak.

"Sejuta telapak tangan mungkin tidak ada apa-apanya, tapi ini semoga bisa menggerakkan pemerintah bahwa apapun alasannya kekerasan terhadap anak tidak dibenarkan. Kita juga datang ke PBB dan mengedukasi juga di sana. Karena teknologi sudah semakin canggih, jadi memang lebih mudah," ujar Dwi.

Kisah kepiluan, kengerian, kebiadaban berulang terjadi di Rohingya. Sebanyak 1,1 juta warga Rohingya yang juga merupakan anak-anak harus menjadi korban. Banyak korban dari anak-anak Rohingya yang putus sekolah bahkan untuk merasakan kebahagiaan di usianya sulit dilakukan.

Berawal dari keprihatinan ini, aksi yang sudah dimulai sejak awal September 2017 di beberapa kota, ini sudah berhasil mengajak jutaan anak Indonesia berempati. Dari ratusan sekolah di Indonesia, bentangan kain putih sepanjang satu kilometer (bahkan diperkirakan lebih), sudah dipenuhi jutaan telapak anak Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement