REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dita Sari menilai, tanpa adanya resolusi dari pemerintah, maka ramalan LIPI tentang profesi petani bisa saja terjadi.
Survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terbaru menyatakan bahwa petani Indonesia terancam punah. Rata-rata usia petani Indonesia saat ini 52 tahun. Sementara, hanya sekitar tiga persen generasi muda di tempat itu yang tertarik menjadi petani.
"Hasil penelitian LIPI ini mengkonfirmasi kekhawatiran kita tentang masa depan pertanian dan ketahanan pangan Indonesia ke depan. Generasi muda, bahkan yang tinggal di desa, menilai kerja tani sebagai profesi yang tidak menentu penghasilannya, penuh risiko rugi, marjinal tapi malah berat secara fisik, " ujar Dita di Jakarta, Kamis (21/9).
Harga jual yang sering terjun bebas membuat petani sering nombok dan akhirnya rugi. Belum lagi biaya produksi kerap naik terus akibat kenaikan upah tenaga kerjanya saat musim tanam dan panen, perubahan cuaca, biaya transportasi, ketersediaan lahan yang semakin menyusut, dan lain-lain.
"BPS memang menyatakan bahwa nilai tukar petani nasional per Agustus naik 0,94 persen. Namun faktanya kita melihat penurunan harga jual beberapa komoditi seperti cabai dan bawang. Cabai rawit pernah anjlok hingga Rp 4.000-6.000/kg, juga bawang merah. Karena putus asa, petani sering membiarkan tanamannya busuk di pohon. Karena biaya tenaga petiknya sudah tidak nutup," jelas Dita.
Kalau sudah begitu, lanjut Dita, mana ada anak muda mau bertani. Lalu masa depan ketahanan pangan akan gelap. Karena 90 persen pangan nasional diproduksi oleh pertanian keluarga skala kecil yang sering rugi ini.
"Oleh karena itu, kita ini jangan-jangan sebetulnya darurat pertanian, meskipun tidak krisis pangan. Tata niaga terutama kebijakan harga, harus menjadi fokus perlindungan. Kalau harga pangan naik sedikit saja, semua orang di kota teriak protes. Tapi jika harga turun dan petani gigit jari, tidak banyak yang memperhatikan," ucap Dita.
Oleh karena itu, kata Dita, PKB mendesak pemerintah agar persoalan harga ini sungguh-sungguh dicarikan jalan keluarnya. Jika tidak, siap-siap saja impor besar-besaran seluruh komoditi pangan. "Karena sektor ini sama sekali tidak menjanjikan bagi generasi muda kita," jelas dia.