REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, KH. Shalahuddin Wahid berpesan kepada generasi muda NU jangan melupakan sejarah soal kekejaman komunis pada Kiai dan Santri sejak 1965 ke belakang. Hal ini disampaikan pria yang akrab disapa Gus Sholah ini usai mengisi acara ICMI 'Sosialisasi Empat Pilar' di MPR, Sabtu (23/9).
"Anak-anak muda NU yang tidak merasakan suasana yang terjadi pada tahun 1965 ke belakang, jangan melupakan (kekejaman) ini. Kalau (warga Nahdliyin) yang mengalami gak mungkin lupa," kata pria yang akrab disapa Gus Sholah ini.
Karena itu Adik kandung Gus Dur ini menyayangkan bila ada anak muda NU atau generasi muda NU yang memperdebatkan apa yang dilakukan PKI di masa lalu. Sebab menurutnya sudah jelas PKI bertanggung jawab atas penyiksaan dan penculikan para Kiai dan santri NU di Jawa Timur sejak peristiwa Madiun 1948.
Gus Sholah menjelaskan PKI dan Komunisme menjadi momok sejarah bangsa ini karena bahaya laten ideologis itu masih ada. Hal yang sama dengan pemberontakan DI/TII, yang mereka sudah ditumpas habis hingga 1960-an. Dan pemberontakan Permesta itu soal ketidakadilan ekonomi.
"Tapi yang ideologis itu DI/TII kan sudah tidak ada lagi, sedangkan Komunis ini banyak orang merasakan kemunculannya. Makanya muncul penolakan, walau ada yang menyebutnya 'hantu'," terangnya.
Terkait upaya rekonsiliasi kedua belah pihak, menurut Gus Sholah rekonsiliasi ini sebenarnya sudah berjalan. Bahkan NU sejak dahulu juga telah melakukan rekonsiliasi. Namun yang jadi masalah ada pihak yang ingin mengangkat rekonsiliasi ini ke ranah hukum. "Itu yang tidak mudah," katanya.
Karena itu Gus Sholah berharap rekonsiliasi tetap berlanjut. Hak-hak mereka yang hilang dari kedua belah pihak baik dari PKI dan korban dari PKI harus diberikan. Kemudian semua pihak ia mengimbau saling menerima dan memaafkan atas noda sejarah ini. Baca Juga: Adu Argumen Putra Aidit dan Istri Sutradara Film G30 S/PKI.