REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia sepanjang tahun 2017 merupakan hal yang tepat. Menurut dia, tujuan penurunan suku bunga sebagai stimulus moneter untuk memacu investasi melalui ekspansi kredit di sektor properti, komoditas (pertambangan dan
perkebunan) serta infrastruktur.
Tapi masalahnya, lanjut dia, transmisi penurunan suku bunga acuan ke bunga kredit memang diprediksi berjalan lambat. ''Respons ke bunga kredit diprediksi baru terasa Maret-April 2018 itu pun tidak terlalu signifikan,'' kata Bhima, saat dihubungi, Senin (25/9).
Bhima mengatakan, jal ini disebabkan oleh resiko penyaluran kredit ke sektor riil masih tinggi. NPL bank umum per Juli masih di kisaran 3 persen. Beberapa sektor seperti perdagangan NPL-nya diatas 4,6 persen lebih tinggi dari posisi Juni 2017. Kemudian sektor manufaktur secara umum NPL nya 3,3 persen.
''Artinya, bank menurunkan bunga kredit juga berdasarkan pertimbangan kondisi perekonomian yang masih tahap pemulihan,'' jelas dia.
Kemudian, Bhima menuturkan, ada masalah dari sisi likuiditas yang membuat suku bunga deposito turun tapi lambat. Untuk mengkompensasi resiko kredit dan likuiditas, akhirnya NIM perbankan masih berada diatas 5,3 persen.
Kondisi ini semakin memberatkan perbankan, karena Bank Sentral AS tengah melakukan normalisasi balance sheet pada Oktober mendatang.. Likuiditas di negara berkembang yang sebelumnya berlimpah, kini terancam susut.
Kesimpulannya, bank sampai awal 2018 masih melakukan konsolidasi dan menahan ekspansi untuk jor -joran memberikan kredit. Ruang pelonggaran moneter pun semakin sempit di sisa tahun 2017. Karena adanya potensi inflasi akibat fenomena musiman natal tahun baru serta tekanan eksternal.
Prediksi BI di Oktober-Desember akan menahan suku bunga acuannya. Jadi, karena transmisi penurunan suku bunga masih lambat maka pertumbuhan kreditnya sulit diatas 9 persen.
''Dorongan suku bunga acuan ke perekonomian lag-nya lama. Mungkin baru terasa di semester I 2018,'' jelas Bhima.