REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Imparsial Al Araf menilai ada maksud tertentu dalam pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait penyelundupan 5.000 senjata. Pengamat Militer ini mengatakan informasi yang disampaikan Gatot di luar kepatutan karena mengandung unsur rahasia intelejen negara, di mana hanya presiden sebagai end user informasi tersebut.
Al Araf menjelaskan, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa seorang Panglima TNI merupakan orang pintar, paham Undang-Undang (UU), lolos fit and proper test DPR RI. Maka dengan asumsi seperti itu, patut diduga pernyataan Panglima TNI Gatot mengandung muatan tertentu.
"Dengan asumsi seperti itu, maka dalam kacamata politik dapat dimaknai sebagai manuver politik untuk tujuan politik yang kita tidak tahu," kata Al Arafnya di Kantor Imparsial, Jakarta, Senin (25/9).
Ia melanjutkan, belum tahu maksud politik tersebut, apakah menuju Pilpres 2019 atau bukan. Di samping itu, menurutnya, pernyataan Gatot memiliki tingkat akurasi, validitas yang lemah, terlebih setelah ada klarifikasi dari Menko Polhukam Wiranto yang ternyata berbeda.
Persoalan keakurasian itu, jelas Al Araf, bukan hanya sebatas miskomunikasi, tetapi menunjukkan adanya persoalan mendasar dan salah dari Panglima TNI. Sikap Panglima TNI dinilai tidak sejalan dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Intelijen.
Langkah Panglima TNI dinilai merupakan fait accompli berdimensi politis, menimbulkan polemik serta dapat menganggu situasi keamanan itu sendiri. Padahal prinsip intelijen seharusnya velox et exactus (cepat dan akurat).