Senin 25 Sep 2017 15:42 WIB

Kapan Gunung Agung Meletus? Tidak Dapat Dipastikan

Rep: Kabul Astuti/ Red: Endro Yuwanto
Seorang petani mengerjakan sawahnya di areal persawahan sekitar 12 kilometer dari Gunung Agung yang berstatus awas di Desa Rendang, Karangasem, Bali, Ahad (24/9). Meskipun Gunung Agung belum menunjukkan erupsi namun sebanyak 40.282 orang di sekitar lereng gunung itu telah diungsikan ke berbagai wilayah Bali untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
Foto: ANTARA/Nyoman Budhiana
Seorang petani mengerjakan sawahnya di areal persawahan sekitar 12 kilometer dari Gunung Agung yang berstatus awas di Desa Rendang, Karangasem, Bali, Ahad (24/9). Meskipun Gunung Agung belum menunjukkan erupsi namun sebanyak 40.282 orang di sekitar lereng gunung itu telah diungsikan ke berbagai wilayah Bali untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gunung Agung di Bali terus menunjukkan peningkatan aktivitas hingga ditetapkan status awas per 22 September 2017.

Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, kapan Gunung Agung meletus tak bisa dipastikan. Meski, peluang terjadinya letusan cukup besar.

"Kami tidak bisa memastikan kapan secara pasti Gunung Agung akan meletus. Tetapi dari seluruh pengamatan menunjukkan potensi untuk meletusnya tinggi. Sampai saat ini Gunung Agung belum meletus," ujar Sutopo di Gedung BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Senin (25/9).

Sutopo menjelaskan, aktivitas Gunung Agung sangat tinggi sejak ditetapkan level 3 (siaga) kemudian tanggal 22 September level 4 (awas). Menurut dia, Gunung Agung saat ini memasuki fase kritis. Artinya, dari segala pengamatan instrumentasi menunjukkan ada proses magma yang mendorong ke permukaan tetapi tersumbat oleh material-material batuan yang ada di sana.

Pergerakan magma diperkirakan mendekati permukaan yang diindikasikan meningkatnya gempa vulkanik dangkal pada kedalaman dua hingga tiga meter. Sumber gempa terdalam di bawah Gunung Agung ada di kedalaman 40 hingga 50 km dan naik hingga di bawah 10 km. Sumber gempa bergerak dari barat laut, sekitar Gunung Batur ke tenggara.

Meskipun sudah dinyatakan berstatus awas, Sutopo mengungkapkan bahwa belum tentu suatu gunung api akan meletus sebab tergantung energi yang didorongkan dari bawah. Namun, untuk mengantisipasi bencana lebih besar, masyarakat dalam radius sembilan kilometer ditambah 12 kilometer dari kawah Gunung Agung tetap diminta mengungsi.

Sutopo memaparkan, sejarah terakhir meletusnya Gunung Agung terjadi pada tahun 1963. Pada waktu itu, Gunung Agung meletus selama satu tahun dari 18 Februari 1963 sampai dengan 27 Januari 1964. Letusannya bersifat eksplosif.

"Kolom ketinggiannya pada saat itu 20 kilometer, kemudian memuntahkan material-material berupa aerosol sulfat yang kemudian menyebar di lapisan atmosfer yang menyebabkan temperatur bumi menurun 0,4 derajat Celcius. Letusannya sangat besar dan mematikan," ujar Sutopo.

Dampaknya, bila mengacu pada para peneliti vulkanologi dan jurnal sains, menyebabkan 1.549 orang meninggal, 1.700 rumah hancur, 225 ribu orang kehilangan mata pencaharian, dan 100 ribu jiwa mengungsi. Sutopo menambahkan, dampak susulannya ketika musim penghujan turun berupa banjir lahar yang juga menghancurkan permukiman di lereng selatan Gunung Agung, 200 orang tewas dan 316.518 ton produksi pangan hancur.

"Sayangnya kami tidak memiliki data panjang erupsi Gunung Agung sehingga tidak bisa mengklasifikasikan periode pendek, periode menengah, periode panjang. Kami tidak tahu di sini," kata Sutopo.

Data BNPB mencatat, dari 127 gunung api aktif di Indonesia saat ini ada 20 gunung yang di atas normal, dua di antaranya berstatus awas. Yang pertama, Gunung Sinabung sejak 2 Juni 2015 sampai sekarang setiap hari meletus dan ribuan masyarakat masih berada di pengungsian.

Yang kedua, Gunung Agung di Bali yang dinaikkan statusnya sejak 22 September 2017. Sebanyak 18 gunung api lainnya berstatus waspada, sementara 107 gunung api berstatus normal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement