REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid berharap, ormas Islam Mathla'ul Anwar bisa berperan besar dalam praktik pengamalan Pancasila. Hal seperti itu yang pernah dicontohkan oleh pemimpin Mathla'ul Anwar dimasa perjuangan, yaitu Maria Ulfa Santosa.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat Sosialisasi Empat Pilar MPR ke anggota dan pengurus Mathla'ul Anwar se Jawa tengah. Acara tersebut berlangsung di Wisma Perdamaian, Semarang, Senin (25/9).
Maria Ulfa Santosa adalah wanita pertama yang bergelar sarjana hukum. Selain itu Maria Ulfa merupakan menteri sosial pertama, dan pengurus Pimpinan Pusat Mathla'ul Anwar.
Hidayat mengatakan, pada zamannya, Maria Ulfa merupakan satu dari dua perempuan yang ikut merancang konstitusi. Dia termasuk orang yang gigih mempertahankan pancasila seperti yang terdapat dalam piagam Jakarta. "Tetapi ia (bersama tokoh Islam lain) juga bisa mengalah untuk menghilangkan tujuh kata dalam piagam Jakarta, semata-mata agar Indonesia tetap utuh, dan tidak bercerai berai," ujar Hidayat.
Sosok seperti Maria Ulfa, menurut Wakil Ketua MPR, sangat dibutuhkan bangsa Indonesia. Wawasan dan keyakinannya sangat kuat, tetapi demi kepentingan bangsa Indonesia, dia mau mengalah. Tidak sekedar mementingkan pemikiran dan keyakinannya saja, tetapi mau berkorban demi bangsa dan negara.
"Inilah pengorbanan yang ditunjukkan Maria Ulfa dan harus ditiru seluruh anggota Mathla'ul Anwar", kata Hidayat menambahkan.
Pengorbanan yang telah dilakukan Maria Ulfa menurut Hidayat menjadi salah satu penanda bahwa masyarakat muslim sudah memberikan pengorbanan besar dalam menjaga keutuhan NKRI. Karena itu, menjadi sangat tidak tepat jika Umat Islam dikatakan mau merusak. Karena sesungguhnya umat Islamlah yang banyak berkorban demi keutuhan NKRI.