REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) akan membolehkan sarjana non-Tarbiyah dan ilmu keguruan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) guru agama di lingkungan Kemenag. Rencananya, kebijakan ini akan mulai diterapkan pada tahun 2018 mendatang.
Pengamat Pendidikan, Jejen Musfa menilai kebijakan tersebut akan menjadi tantangan bagi lulusan Fakultas Tarbiyah untuk menjadi guru agama di bawah naungan Kemenag. Karena, sebelumya sarjana Tarbiyah hanya bersaing dengan sesama lulusan Tarbiyah.
Bagi sarjana Tarbiyah sendiri ini merupakan sebuah tantangan. Dalam pengertian, sebelumnya mereka hanya bersaing sesama alumni Tarbiyah, nah sekarang mereka harus bersaing degan alumni non Tarbiyah, ujarnya saat dihubungi republika.co.id, Selasa (26/9).
Karena itu, menurut Jejen, lulusan Fakultas Tarbiyah harus bisa membuktikan bahwa lulusan Tarbiyah bisa menjadi guru profesional, baik dari sisi penguasaan materi maupun metodologi pengajaran. "Jadi ini tantangan sekaligus peluang bagi Tarbiyah untuk membuktikan bahwa Tarbiyah juga bisa bersaing dengan alumni non-Tarbiyah," ucap Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah ini.
Di sisi lain, lanjut dia, kebijakan ini juga menjadi sesuatu yang positif bagi lulusan sarajana non-Tarbiyah, seperti sarjana dari Fakultas Ushuluddin, Syariah, dan Fakultas Dakwah.
Ini pada satu sisi positif ya tentu bagi non-Tarbiyah karena mereka sudah belajar materi keagamaan. Mereka secara konten tidak masalah, tapi memang yang menjadi persoalan bagi mereka adalah dari aspek metodologi, ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, sarjana non-Tarbiyah dan Ilmu Keguruan akan dapat menjadi Pegawai Negeri Sipil guru agama di Bawah Kementerian Agama (Agama). Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Prof Kamaruddin Amin mengatakan, kebijakan ini akan diberlakukan mulai tahun depan. Namun, menurut Kamaruddin, lulusan non-Tarbiyah itu harus mengikuti Pendidkan Profesi Guru (PPG) dulu selama satu tahun di Fakultas Tarbiyah.