REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah Slamet Winaryo mengaku sekali dalam enam bulan akan melakukan evaluasi terhadap penerapan lima hari sekolah di provinsi setempat. Evaluasi tersebut juga sebagai upaya menindaklanjuti aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada anggota DPRD Kalteng saat melakukan reses perseorangan.
"Apabila dalam evaluasi tersebut nantinya ditemukan berbagai kendala dalam penerapan lima hari sekolah tersebut bukan tidak mungkin dihentikan. Tapi, kita melihat program lima hari sekolah tersebut sangat baik bagi pendidikan karakter," tambahnya.
Mengenai keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, menurut dirinya aturan tersebut tidak bertujuan untuk membatalkan program sekolah lima hari.
Dia mengatakan Perpres tersebut justru dikeluarkan untuk memperkuat dan memperjelas pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan, sehingga tidak membuat program pendidikan lima hari terhenti.
"Jadi, sebetulnya tidak ada pembatalan sekolah lima hari hanya karena Perpres. Presiden mengeluarkan aturan tersebut, karena sadar pendidikan karakter ini penting diterapkan. Kalau full day school, ya tetap saja berjalan," kata Slamet.
Kepala Disdik Kalteng itu mengaku semenjak kebijakan sekolah lima hari itu keluar, terlebih diterapkan pada beberapa sekolah di provinsi berjuluk "Bumi Tambun Bungai-Bumi Pancasila" ini banyak mendapat sorotan, khususnya dari para orang tua siswa.
Dia mengatakan sebagian orang tua yang ingin sekolah tetap diadakan selama enam hari dalam seminggu, namun ada juga sebagian yang tidak keberatan penerapan sekolah lima hari.
"Nah itu bisa kita terima, karena pada intinya yang terpenting pendidikan karakter tetap jalan. Percuma apabila sekolah lima hari diterapkan, tapi nilai karakter tidak bisa diterapkan. Jadi, persoalan sekolah lima hari ini tetap pada kebijakan sekolah yang bersangkutan, dan tidak ada paksaan harus menerapkannya," kata Slamet.