REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- etua MPR RI Zulkifli Hasan mengajak para ulama dan muballigh berkontribusi pada upaya pemberantasan korupsi dengan menolak praktik politik uang dan memilih pemimpin terbaik berdasarkan penilaian rasional.
"Pada pilkada serentak maupun pemilu, hendaknya rakyat memilih kepala daerah dan anggota parlemen berdasarkan penilaian rasional," kata Zulkifli Hasan dalam pidatonya pada acara "Orasi Kebangsaan dan
Pelantikan DPP Badan Koordinasi Muballigh dan Ulama Seluruh Indonesia (Bakomubin), di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (27/9).
Hadir pada acara tersebut, Ketua Dewan Pengarah Bakomubin KH Anwar Sanusi, Ketua Umum Bakomubin Deddy Ismatullah, serta ratusan kiai dan ulama dari seluruh Indonesia. Menurut Zulkifli, pemimpin terbaik adalah pemimpin yang amanah, berintegritas tinggi, dan sungguh-sungguh melakukan perubahan untuk
kemajuan masyarakat.
Zulkifli menegaskan, MPR RI siap bersinergi dengan muballigh dan ulama guna mewujudkan Indonesia yang demokratis, bersih dari korupsi, dan berkeadilan.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyatakan, betapa pentingnya peran muballigh dan ulama di masyarakat, sebagai sosok yang tidak berhenti ceramah. "Karena itu, muballigh dan ulama perlu diberikan pemahaman mengenai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika," katanya.
Zulkifli menegaskan, mubaligh dan ulama dekat dengan masyarakat, dan jika mereka paham materi Empat Pilar maka diharapkan dapat turut menyebarkan luaskan nilai-nilai luhur kebangsaan.
Pada kesempatan tersebut, Zulkifli Hasan juga mengingatkan, bahwa proses demokrasi melalui pilkada serentak menjadi salah satu problem bangsa Indonesia karena adanya calon-calon yang menggunakan uang.
"Calon kepala daerah yang menggunakan politik uang, maka setelah terpilih akan memanfaatkan jabatannya untuk mencari uang, untuk mengembalikan uang yang telah dikeluarkan," katanya.
Kalau kepala daerah menggunakan uang saat pilkada, kata dia, sehingga dampaknya saat ini ada kepala daerah yang tertangkap tangan melakukan praktik korupsi atau operasi tangkap tangan (OTT) oleh
KPK.