REPUBLIKA.CO.ID, KUTA -- Kewirausahaan sosial (social enterprise) diyakini sebagai modal mengentaskan kemiskinan untuk tujuan pembangunan berkelanjutan. Direktur Dompet Dhuafa, Rini Suprihartanti mencontohkan banyak praktik kewirausahaan sosial di Bali yang sukses karena menggunakan pendekatan kultural dan kearifan lokal.
"Kewirausahaan sosial dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial lewat praktik-praktik bisnis wirausaha," katanya dalam 2nd Social Enterprise Advocacy and Leveraging (SEAL) Conference di Kuta, Rabu (27/9).
Kewirausahaan sosial di Indonesia, kata Rini semakin menjadi tren dibanding beberapa tahun lalu. Indonesia di dalam konferensi ini mengajak partisipan dari sembilan negara untuk berkolaborasi dalam konteks pengurangan kemiskinan dan masalah sosial di masyarakat.
Kesepuluh negara tersebut adalah Filipina, Thailand, Vietnam, India, Bangladesh, Jepang, Nepal, Taiwan, dan Singapura. Dompet Dhuafa dan Bina Swadaya merupakan dua contoh kewirausahaan sosial yang dapat dijadikan tolak ukur dalam setiap praktiknya di Indonesia.
Presiden Institute for Social Enterpreneurship in Asia (ISEA), Marie Lisa Dacany menambahkan perbedaan kewirausahaan di Asia pada umumnya dengan Asia Tenggara adalah jumlah masyarakat miskinnya lebih banyak. Angka kemiksinan terpusat di wilayah pedesaan atau rural area.
"Kita sesama negara anggota saling memperkenalkan benchmark masing-masing untuk transformasi kemitraan, seperti mendorong lebih banyak keterlibatan perempuan di sektor pertanian," kata Marie.
Ia mencontohkan Philippine Coffee Island yang awalnya hanya beranggotakan petani-petani kecil, namun kini sudah berkembang menguasai rantai pasar kopi dari hulu hingga hilir. Di Thailand, ada Lemon Farm yang mengedepankan label organik dan rantai pasarnya sudah menguasai lebih dari 30 ribu konsumen di Bangkok.
Direktur Pengembangan Sumber Daya Alam di Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Pedesaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Ari Murti mengatakan pemerintah memiliki empat program untuk pengentasan kemiskinan. Keempatnya adalah pengembangan Badan Usaha Milik Desa, sistem pengairan, dan pengembangan olah raga.
"Kami yakin jika keempat program ini dilaksanakan, maka Indonesia segera mengurangi kemiskinan dan menyejahterakan desa," ujarnya.
Ari mencontohkan kewirausahaan sosial di Klaten di mana BUMDes bisa mengembangkan pariwisata. BUMDes yang berhasil mendorong lebih banyak transaksi besar terjadi, dan akhirnya terjadi perputaran ekonomi kembali ke desa.