REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meluncurkan white paper (buku putih) pemetaan risiko tindak pidana pendanaan terorisme terkait jaringan teroris domestik yang terafiliasi ISIS. Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan BNPT menelusuri kabupaten/kota percontohan.
"Potensi ancaman di seluruh kabupaten/kota. Kita menelusuri kabupaten, kota percontohan. Dalam lima bulan sebanyak lima kali serangan di London, karena ini menyangkut ideologi, tidak ada negara yang steril dari ancaman ini," kata Suhardi di Hotel Artayuda, Jakarta, Rabu (27/9).
Dia menyebut tidak mudah melacak aliran pendanaan teroris. Sumber dana itu bisa dari perorangan, yayasan, maupun lainnya. Dalam pelacakan ini, BNPT bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
PATK mengidentifikasi aliran dana hingga nominal terkecil. Dana teroris banyak digunakan utamanya untuk pembeliam senjata, mobilitas, fasilitas, pelatihan dan membangun jaringan teror. Suhardi menambahkan ISIS sebagai ancaman terkini ternyata memang memiliki pergerakan luar biasa.
Berbeda dengan jaringan Al Qaeda, dia mengatakan, ISIS punya daerah teritorial. "Seperti di South Filipina, di Rohingya (Myanmar)," kata dia.
BNPT juga menggandeng BIN dan Densus 88 Polri. Buku putih ini pada dasarnya untuk pedoman kementerian/lembaga terkait dalam rangka mendeteksi aliran sehingga tidak ada lagi pendanaan. "Ini merupakan dokumen yang memberikan pemahaman risiko, dan diuraikan hasil risiko tersebut, termasuk regional, global yang terafiliasi degan ISIS," katanya menambahkan.