REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian BUMN menanggapi surat peringatan dari Kementerian Keuangan tentang resiko financial PLN. Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah menilai dengan adanya kritik dari Kementerian Keuangan, maka memang menunjukan PLN merupakan BUMN strategis dalam pembangunan nasional.
Edwin juga mengatakan dalam proyek realisasi 35 ribu megawatt memang membuat PLN perlu mengeluarkan dana yang tak sedikit. Selain itu, menurut Edwin juga PLN perlu menjaga tarif listrik yang bisa dijangkau masyarakat.
PLN menurut Edwin perlu merogoh kocek untuk bisa menyeimbangkan tarif listrik tetap murah ditengah kondisi harga batubara yang masih belum stabil. "Dalam saat yang bersamaan, PT PLN (Persero) juga mengemban tugas PSO dimana selain menjual listrik bersubsidi kepada beberapa golongan pelanggan juga berupaya memberikan tarif yang mampu meningkatkan competitivenes bisnis dan industri," ujar Edwin melalui keterangan tertulisnya, Rabu (27/9).
Edwin menjelaskan PT PLN (Persero) dalam porsi korporasi telah menyiapkan langkah untuk memenuhi pendanaan diantaranya melakukan revaluasi aset, meningkatkan produktifitas aset eksisting, efisiensi operasi dan pengadaan barang
dan jasa.
Ia juga mengatakan untuk kebutuhan pendanaan melalui pinjaman diutamakan untuk dipenuhi dari lembaga multilateral development bank guna mendapatkan cost of fund lebih murah dan penarikan pinjaman disesuaikan dengan progress kemajuan proyek.
"Kondisi likuiditas PT PLN (Persero) selalu dijaga untuk mampu mendanai operasi perusahaan dan pemenuhan kewajiban terhadap kreditur, baik kreditur perbankan maupun pemegang obligasi perusahaan," ujar Edwin.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat melayangkan surat peringatan kepada PLN dan Menteri BUMN serta Menteri ESDM terkait resiko dan posisi keuangan PLN dalam dua tahun terakhir. Melalui suratnya, Sri Mulyani mengatakan bahwa PLN terancam tak bisa membayar utang karena kondisi keuangan PLN yang terus menurun.
Dalam surat yang Sri Mulyani layangkan setidaknya ada lima poin catatan yang perlu diperhatikan oleh Menteri ESDM dan Menteri BUMN. Pertama terkait posis keuangan yang mengalami penurunan selama dua tahun terkakhir. Kedua, persoalan keterbatasan internal fund atau cadangan devisa PLN sehngga akan menghambat PLN dalam berinvestasi. Ketiga, persoalan jatuh tempo pembayaran utang.
Keempat, Sri Mulyani mengatakan bahwa pihak Kementerian ESDM perlu melakukan dukungan dalam sisi regulasi untuk bisa mendukung PLN mendapatkan harga bahan baku yang murah, hal ini mengingat PLN perlu menjaga tarif dasar listrik. Lalu yang terakhir adalah evaluasi terhadap program 35 ribu megawatt. Sri Mulyani menilai PLN perlu melakukan evaluasi target dan penyesuaian target sehingga proyek tersebut tidak membebani PLN dan APBN.