REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Desakan dilakukannya pencopotan Setya Novanto dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar oleh pengurus dan kader Partai Golkar semakin menguat. Hal ini setelah adanya rekomendasi politik dari Tim Kajian Elektabilitas Partai Golkar yang meminta agar Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dinonaktifkan dan menunjuk pelaksana ketua umum.
Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Partai Golkar Yorrys Raweyai mengatakan, setidaknya ada dua alasan terkait permintaan Setya Novanto untuk dinonaktifkan. Pertama menurutnya, agar Novanto bisa fokus menyelesaikan kasus hukum yakni terkait dugaan korupsi pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) yang menjerat dirinya. Kedua, demi alasan kesehatan Novanto.
"Bahwa dengan dua alasan ini merekomendasikan agar ketua umum bisa seorang negarawan untuk mengundurkan diri, dan dinonaktifkan kemudian," ujar Yorrys saat ditemui wartawan di kawasan Senayan, Jakarta pada Rabu (27/9).
Yorrys melanjutkan, setelahnya disusul tahapan selanjutnya yakni menunjuk pelaksana tugas (Plt) Ketua umum Partai Golkar. Menurutnya, meski berdasarkan pasal 19 Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) disebutkan roda organisasi kepartaian berjalan secata kolektif kolegial, namun sosok ketua umum adalah juru kunci dari partai.
Karenanya ia berharap, penunjukkan dan penetapan Plt Ketum dapat dilakukan sebelum hari jadi Partai Golkar ke-53 yang jatuh pada 20 Oktober mendatang. "Kita (bisa) masuk ke tahap selanjutnya, yaitu sesuai dengan mekanisme organisasi, menetapkan apa yang terbaik apakah menunjuk Plt, apalagi kita memasuki hari ulang tahun kita yang ke-53, jadi harus kita siapkan itu," ujar Yorrys.
Adapun, rekomendasi tersebut akan disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dan Ketua Harian DPP Golkar Nurdin Halid kepada Setyna Novanto untuk dibahas selanjutnya pada rapat pleno DPP Partai Golkar.
Yorrys tidak menampik rekomendasi untuk dilakukan pergantian ketua umum karena elektabilitas Partai Golkar yang mengalami penurunan. Ia pun mensinyalir, penurunan elektabilitas tersebut karena kasus dugaan korupsi proyek KTP-el yang sellau mengaitkan kader Partai Golkar, khususnya Setya Novanto.
"KTP-el sudah jadi konsumsi publik, baik luar atau di dalam. Caranya gimana untuk bisa menyetop. Tidak mungkin ini kalian (media) dari waktu ke waktu setiap bertemu pengurus Golkar selalu ada pertanyaan. Caranya gimana. Ya menggantikan. Kalau sudah digantikan orang baru, maka ini akan hilang," ujar Yorrys