REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Wartawan Republika.co.id, Muhyiddin
Salah satu organisasi terbesar di Indonesia, Muhammadiyah, sudah satu abad lebih berkiprah dalam pemberdayaan masyarakat, baik di bidang pendidikan, ekonomi, maupun kesehatan. Dalam kiprahnya itu, Muhammadiyah melakukannya dengan spirit surat Al Maun yang ditekankan sejak lama oleh Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi Majelis Pemberdayaan Masyarakat, Hajriyanto Y Thohari mengatakan, pemberdayaan masyarakat bagi Muhammadiyah merupakan bagian integral dari dakwah. "Kan Muhammadiyah itu organisasi dakwah. Nah karena itu, dalam pemahaman Muhammadiyah, dakwah itu memiliki makna bukan hanya sekedar menyampaikan wahyu Tuhan atau mengajak pada ajaran agama saja, tetapi dakwah itu juga dipahami oleh Muhammadiyah sebagai gerakan liberasi," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (27/9).
Gerakan liberasi, menurut dia, gerakan untuk membebaskan umat dari keterbelakangan, dari kebodohan, dan dari ketidakberdayaan. Karena itu, kata dia, Muhammadiyah sejak lama telah melakukan pembangunan dalam bidang pendidikan, kesehatan, mengentaskan kemiskinan, dan menjadikan umat lebih berdaya.
"Maka gerakan pemberdayaan masyarakat merupakan wujud liberasi dari gerakan dakwah," ucapnya.
Selain itu, dakwah bagi Muhammadiyah juga dilakukan dalam pengertian emansipasi, yaitu dengan mengangkat harkat dan martabat umat sebagai manusia. "Jadi umat bukan hanya menjadi taat secara ritual tapi juga menjadikan umat itu terangkat harkat dan martabatnya. Jadi memanusiakan manusia itu namanya emansipasi," kata Mantan Wakil MPR RI ini.
Dengan spirit Surat Al Maun, Muhammadiyah menganjurkan agar umat Islam memperhatikan orang-orang yang terbelakang, tertindas, dan masih di bawah garis kemiskinan. Karena, bisa saja orang yang disebut sebagai penduata agama adalah juatru orang yang hanya melakukan shalat tapi abai terhadap anak yatim.
"Dalam surat Al Maun mengatakan, tahukah kamu yang mendustakan agama, yang enggan memberikan perhatian kepada anak-anak yatim yang tidak berdaya dan abai pada kebutuhan orang miskin," katanya.
Thohari menuturkan, pada abad pertama berdirinya, sebenarnya Muhammadiyah mempunyai trisula pemberdayaan masyarakat. Sula pertama yaitu, pemberdayaan yang dilakukan melalui pendidikan, khususnya untuk kalangan bawah yang tidak punya akses pendidikan. Bagi Muhammadiyah, kata dia, pendidikan sangat penting karena akan melahirkan kesadaran, sehingga umat bisa bangkit dan berjuang untuk mengaktualisasikan dirinya.
Sila kedua yaitu adalah bidang kesehatan. Karena, menurut dia, umat Islam harus sehat dan selalu kuat. Apalagi, kata dia, Nabi Muhammad SAW sendiri telah bersabda bahwa orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Muslim yang lemah.
"Karena itu, disamping kuat dari segi ilmu pengetahuan, umat juga harua kuat secara fisik," ujarnya.
Sila ketiga, gerakan sosial ekonomi, yaitu pemberdayakan yang dilakukan Muhammadiyah dengan membentuk ribuan lembaga mikro keuangan seperti Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) dan juga koperasi. Dari pembangunan ini, kemudian digunakan untuk mendanai gerakan-gerakan liberasi dan emanaipasi seperti yang disebutkan di atas.
"Dan sekarang Muhammadiyah dengan manajemen zakat infaq sedekah, itu menjadi gerakan filantropi tetbesar di Indonsia," ucapnya.
Selama satu abad itu, menurut Thohari, gerakan trisula lama tersebut yakni pendidikan, ekonomi, dan kesehatan sudah dianggap bagus. Misalnya, Muhammadiyah kini sudah mempunyai banyak rumah sakit besar dan mendirikan 174 perguruan tinggi, yang 30 di antaranya adalah universitas besar.
Karena itu, pada perjalanan abad kedua ini, Muhammadiyah membuat trisula gerakan baru. Sila Pertama yaitu dengan menjalankan Lazismu, sehingga dengan dana umat itu Muhammadiyah bisa menjadi lebih mandiri dalam melakukan gerakan pemberdayaan masyarakat.
"Artinya bisa mendanai sensiri gerakan-gerakannya. Tidak menggantungkan dirinya kepada negara. Alhamdulillah Lazismu menurut laporan Baznas ini menjadi lembaga amil zakat infaq sedekah yang terbesar di Indonsaia," kata Thohari.
Kemusian, lanjut dia, sila kedua adalah gerakan volunterisme dengan membentuk lembaga penanggulangan bencana. Dalam hal ini, Muhammadiyah mendirikan Muhammadiyah Disaster Manajemen Center (MDMC).
"Itu memberikan bantuan penanggulangan ketika terjadi bencana alam. Bukan hanya ketika darurat, tapi juga sampai rekontruksi pembabgunan masyarakat setelah bencana. Tidak hanya itu, tapi juga bencana yang dibuat manusia juga, seperti Rohingya seperti sekarang ini," tuturnya.
Sementara, sila ketiga Muhammadiyah yang baru yaitu pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Dengan didanai oleh Lazismu, majelis pemberdayaan masyarakat (MPM) akan bergerak di kalangan petani, nelayan, dan buruh. Muhammadiyah akan melakukan pendampingan pertanian dan lain-lain, terutama di daerah pelosok. "Itu trisula baru gerakan Muhammadiyah, yang mulai dicanangkan pada abad kedua Muhammadiyah," kata Thohari.