Rabu 27 Sep 2017 18:35 WIB

Bupati Buton Divonis 3 Tahun 9 Bulan Penjara

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus suap sengketa pilkada yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Bupati nonaktif Buton Samsu Umar menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tripikor, Jakarta, Rabu(13/9).
Foto: Republika/Prayogi
Terdakwa kasus suap sengketa pilkada yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Bupati nonaktif Buton Samsu Umar menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tripikor, Jakarta, Rabu(13/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memberikan vonis 3 tahun 9 bulan penjara kepada Bupati nonaktif Buton Samsu Umar Abdul Samiun pada Rabu (27/9). Selain itu, Samsu juga diwajibkan membayar denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Samsu lima tahun penjara dengan denda Rp 150 Juta subsider tiga bulan penjara.

"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama," ujar Ketua Majelis Hakim Ibnu Widodo Basuki di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Rabu (27/9).

Majelis Hakim menyatakan, Samsu Umar terbukti memberikan uang suap Rp 1 miliar yang dilakukan lewat transfer rekening CV Ratu Samgat milik Hakim Konstitusi Akil Mochtar. Suap tersebut digunakan untuk menyamarkan transaksi sehingga seolah-olah ada pembelian batu bara antara keduanya.

Suap tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan akhir perkara MK Nomor : 91-92/PHPU.D-IX/2011 tanggal 24 Juli 2012, tentang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Buton Tahun 2011. Adapun, dalam pertimbangan yang memberatkan putusan, majelis hakim menilai perbuatan Samsu tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.Samsu juga pernah dihukum dalam tindak pidana pemilu.

Selain itu, menurut hakim, Samsu sebagai kepala daerah seharusnya memberi contoh yang baik bagi masyarakat. Samsu terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setelah persidangan, saat Majelis Hakim menanyakan apakah akan mengajukan banding, Samsu bersama tim penasihat hukumnya menjawab untuk meminta waktu berpikir selama tujuh hari.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement