REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membenarkan telah bertemu Presiden Joko Widodo pada Selasa (27/9) malam, dan telah menyampaikan informasi intelijen yang diperolehnya khususnya terkait pernyataannya mengenai impor 5.000 senjata api ilegal.
"Informasi intelijen yang saya dapat hanya akan diberikan kepada Presiden. Pernyataan saya dalam acara purnawirawan bukan informasi intelijen karena harus mengandung siapa aktornya, apa yang akan dilakukan, di mana, kapan waktunya dan bagaimana," kata Gatot usai menghadiri diskusi di Fraksi PKS, Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (27/9).
Gatot mengatakan dirinya tidak bisa membuka isi pembicaraan yang disampaikannya kepada Presiden ke publik karena informasi yang disampaikannya hanya untuk Presiden. Menurutnya, dirinya hanya akan menyampaikan apa yang diketahuinya kepada presiden atau bila dipanggil DPR sehingga di luar itu, tidak bisa menyampaikan.
"Tanggapan Presiden tidak boleh saya sampaikan dong. Tanya sama Presiden," ujarnya.
Gatot mengakui apa yang disampaikannya dalam acara silaturahmi dengan para purnawirawan TNI menimbulkan berbagai pandangan di masyarakat. Gatot mengibaratkan menonton sepak bola, penonton yang ada dibelakang gawang akan mengatakan "off side" namun penonton yang disamping menilainya tidak "off side"
"Masa saya harus marah, jadi saya menghargai persepsi orang. Dan yang tahu ini miskomunikasi atau tidak hanya Presiden," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah bertemu dengan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, pertemuan berlangsung di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (27/9) malam, saat Jokowi tiba dari kunjungan kerja di Provinsi Bali.
"Ya tadi malam, setelah saya dari Bali, (Panglima) sudah bertemu saya di Halim. Sudah dijelaskan," kata Jokowi kepada wartawan di Jakarta Convention Center, Senayan, Rabu.
Presiden Jokowi mengaku tidak bisa mengungkapkan soal penjelasan yang disampaikan Panglima kepadanya karena tidak semua informasi bisa disampaikan ke publik. Presiden justru meminta publik untuk mengacu pada pernyataan yang disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto.