REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting melihat Laporan Sementara yang dihasikan Pansus Hak Angket DPR Terhadap KPK tidak dapat dinilai sebagai langkah upaya membenahi KPK. Justru, kata Miko, faktor konflik kepentingan dan kesan mencari-cari kesalahan KPK kian tampak begitu kuat dalam kerja-kerja Pansus selama ini.
"Patut diduga, melalui Laporan Sementara Pansus, DPR berusaha mendelegitimasi keberadaan Wadah Pegawai KPK," kata Miko melalui keterangan tertulis, Kamis (28/9).
Menurutnya, pendapat Pansus bahwa posisi Wadah Pegawai KPK dapat mengintervensi atau melangkahi Pimpinan KPK tidak beralasan. Keberadaan Wadah Pegawai KPK, dia mengatakan, memiliki dasar legitimasi kuat sebagaimana tercantum dalam PP No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen dan Sumber Daya Manusia KPK. Pasal 16 PP tersebut juga mengamanatkan Wadah Pegawai KPK untuk memiliki Dewan Pertimbangan Pegawai yang bertugas memberikan rekomendasi kepada Pimpinan KPK mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian.
Artinya, lanjut Miko, fungsi penyampaian rekomendasi kepada Pimpinan KPK bukan merupakan bentuk melampaui kewenangan. Karena hal itu memang telah dimandatkan oleh PP tersebut untuk dilaksanakan oleh Wadah Pegawai KPK.
Beberapa waktu lalu, Wadah Pegawai KPK telah mengajukan permohonan pengujian terhadap Pasal 79 ayat (3) UU MD3 terkait keabsahan KPK sebagai objek pelaksanaan hak angket DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK). Apabila MK mengabulkan permohonan itu, Pansus Hak Angket DPR Terhadap KPK otomatis akan kehilangan legitimasinya.
Miko menambahkan rapat Paripurna DPR, Selasa (26/9) lalu ternyata tidak memberikan ketuntasan mengenai hasil kerja Pansus Hak Angket DPR Terhadap KPK. Dalam rapat paripurna itu, Ketua Pansus Agun Gunandjar menyebutkan daftar temuan yang diperoleh selama Pansus bekerja dalam 60 hari terakhir, antara lain terkait aspek kelembagaan, kewenangan, tata kelola sumber daya, serta anggaran.
Laporan itu menganggap, antara lain, KPK gagal dalam menjalankan fungsi supervisi dan koordinasi; KPK acap kali mengabaikan nota kesepahaman antara Polri dan Kejaksaan sehingga langkah yang diambil KPK tidak sesuai dengan kesepakatan bersama; posisi Wadah Pegawai KPK dapat mengintervensi Pimpinan KPK.