Kamis 28 Sep 2017 10:11 WIB

5.076 Anak Pengungsi Gunung Agung Usia Sekolah

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Andi Nur Aminah
Guru mendata sejumlah anak pengungsi Gunung Agung di SMPN 3 Semarapura, Klungkung, Bali, Senin (25/9).
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Guru mendata sejumlah anak pengungsi Gunung Agung di SMPN 3 Semarapura, Klungkung, Bali, Senin (25/9).

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Provinsi Bali per 27 September 2017 mendata sebanyak 5.076 jiwa pengungsi Gunung Agung merupakan anak-anak usia sekolah. Mereka tersebar di sembilan kabupaten dan kota di seluruh Bali.

"Anak-anak ini dipastikan tetap belajar. Langkah selanjutnya kami akan memenuhi kebutuhan sekolah mereka, seperti buku-buku pelajaran," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Gede Mahendra Putra, Kamis (28/9).

Data Dinas Pendidikan Provinsi Bali menunjukkan sebanyak 2.740 siswa mengungsi di sejumlah titik di Kabupaten Klungkung. Ini merupakan jumlah terbanyak. Selain itu ada juga yang mengungsi di Buleleng (720 siswa), Bangli (595 siswa), Denpasar (348 siswa), Gianyar (305 siswa), Tabanan (220 siswa), Karangasem (60 siswa), Jembrana (58 siswa), dan Badung (30 siswa).

Dari data tersebut, siswa usia sekolah dasar (SD) mencapai 2.343 anak dan merupakan jumlah pengungsi terbesar. Berikutnya adalah tingkat SMP (1.262 siswa), SMA (1.221 siswa), SMK (248 siswa), dan SLB (dua siswa).

Mahendra Putra mengatakan dinas pendidikan terus memperbaharui data jumlah anak-anak sekolah yang berada di pengungsian. Ini karena data yang ada belum termasuk pengungsi yang berada di rumah keluarga mereka.

Masyarakat, termasuk relawan juga proaktif memfasilitasi anak-anak pengungsi untuk kembali bersekolah. Ibu Iriana Joko Widodo sebelumnya juga membagikan buku-buku bacaan gratis kepada anak-anak pengungsi di Gedung Olah Raga (GOR) Swecapura, Klungkung.

Relawan ikut serta memberi materi pelajaran serta mengajak anak-anak pengungsi bermain sambil belajar. Relawan dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) Dompet Sosial Madani (DSM) Bali membentuk komunitas dongeng untuk anak-anak pengungsi, khususnya usia Taman Kanak-Kanak (TK) di Desa Bukit, Karangasem yang masuk dalam KRB II. "Dongeng merupakan pendekatan terbaik supaya mereka pelan-pelan bisa belajar kembali, sekaligus trauma healing," kata Manajer Program DSM Bali, Muhammad Nursoleh.

Jajaran polisi wanita (Polwan) Kepolisian Daerah Bali juga terjun menangani anak-anak pengungsi di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangasem. Mereka ikut memberi trauma healing dengan mengajak anak-anak bermain, seperti menyanyikan lagu 'Indonesia Raya. "Anak-anak pengungsi tidak boleh patah semangat. Mereka harus gembira, riang, senang, bahagia, dan tidak boleh bosan ketika berada di pengungsian, sehingga tidak trauma," kata AKBP I Gusti Ayu Sasih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement