Kamis 28 Sep 2017 16:03 WIB

SOKSI Tolak Rekomendasi Pencopotan Setya Novanto

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar Akbar Tanjung bersama dengan Ketua Umum Golkar Setya Novanto dan Ketua Umum Harian DPP Golkar Nurdin Halid menjawab pertanyaan wartawan seusai melakukan pertamuan di kediaman Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar BJ Habibie, Jakarta, Senin (23/7).
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar Akbar Tanjung bersama dengan Ketua Umum Golkar Setya Novanto dan Ketua Umum Harian DPP Golkar Nurdin Halid menjawab pertanyaan wartawan seusai melakukan pertamuan di kediaman Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar BJ Habibie, Jakarta, Senin (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rekomendasi soal penunjukan pelaksana tugas (plt) ketua umum Partai Golkar mendapat penolakan dari sejumlah pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Hal ini diungkapkan sejumlah pengurus DPP yang juga bagian dari pengurus organisasi sayap Partai Golkar Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) di antaranya Ali Wongso dan Erwin Ricardo Silalahi.

Ali Wongso yang merupakan Ketua DPP Partai Golkar membantah jika rekomendasi tersebut adalah hasil keputusan rapat harian DPP Golkar. Ia menyebut, rekomendasi berasal dari sekelompok kader Partai Golkar dalam tim kajian elektabilitas dari Kordinator Bidang Polhukam dan Kajian Strategis Partai Golkar.

"Jadi rapat harian itu tidak membuat keputusan tentang rekomendasi tapi rapat harian menyetujui rekomendasi itu disampaikan ke ketum, bukan dari rapat pleno tapi itu dari sekelompok orang yang disebut tim elektabilitas," ujar Ali Wongso di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta pada Kamis (28/9).

Ia menegaskan, pihaknya sebagai salah satu yang menolak isi rekomendasi tersebut untuk penunjukan plt ketua umum. Sebab, ia menilai, pihaknya menghargai upaya pencarian keadilan yang tengah dilakukan Novanto. "Kita menjunjung tinggi supremasi hukum dan menghargai asas praduga tak bersalah di dalam sistem hukum kita," ujar Ali.

Meskipun ia mengakui, keluarnya kajian tersebut karena adanya penurunan elektabilitas Partai Golkar. Namun, ia cenderung tidak menyetujui upaya pengembalian elektabilitas justru dengan menonaktifkan Ketua Umum Setya Novanto.

Menurutnya, ia lebih mendorong peningkatan elektabilitas dengan evaluasi langkah dalam konsolidasi program partai hingga tingkat daerah. "Mengerahkan konsolidasi program partai di tingkat basis desa-desa kelurahan dan kecamatan dan simultan dengan itu kita harapkan aktualisasi peran seluruh kader Golkar di lembaga-lembaga legislatif pusat hingga daerah dan juga eksekutif," ujarnya.

Hal sama diungkapkan Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Erwin Ricardo Silalah yang menyebutkan bahwa rekomendasi tidak disetujui mayoritas peserta rapat harian. Ia yang hadir dalam rapat harian pada Senin (25/9) menyebut rekomendasi merupakan kebijakan yang dimanipulasi seolah-olah menjadi keputusan rapat harian DPP Golkar.

"Mayoritas peserta rapat harian itu menolak hasil kajian yang konon melibatkan tiga lembaga survei, kita menolak karena pada saat itu kita tidak pernah menerima hasil survei. Itu survei ujuk-ujuk (tiba-tiba) dibikin terus direkayasa hasilnya plt ketum dan ini bertentangan dan asas-asas dan prinsip di Golkar," ungkap Erwin.

Menurutnya, agenda rapat pada 25 September tersebut sebenarnya berisi tentang materi pokok rencana rapat kerja nasional. "Tapi ujuk-ujuk muncul survei dan diarahkan. ini adalah sebuah manipulatif yang dilaksanakan secara sistemik. ini adalah pembohonhan publik," ujarnya.

Karena itu ia mengusulkan kepada DPP agar pihak-pihak yang menyebut hal tersebut dilakukan tindakan organisasi. "Tentu ambil langkah-langkah organisasi karena menurut saya ini dilakukan tindakan indisipliner," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement