REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abu Bakar Muhammad bin Zakariyya ar-Razi 313 H/925 M, pelopor kedokteran di dunia Islam, menulis sebuah kitab yang berjudul Akhlaq at-Thabib. Mengawali bukunya dengan pujian dan doa, tokoh kelahiran Rayy, Persia, ini hendak menunjukkan dan meneladankan bagaimana hubungan selayaknya antara murid dan guru.
Dalam suratnya tersebut, sosok yang menyandang gelar Bapak Kedokteran Arab itu menuliskan apresiasi dan ucapan selamat kepada muridnya, Ibnu Qarib, atas kepercayaan yang diberikan oleh pemimpin Khurasan.
Bila ditelusuri, jiwa pendidik dan sikap mengayomi didedikasikan tidak hanya berlaku pada satu murid. Dalam banyak kesempatan, figur yang terkenal dengan panggilan Rhazes di dunia kedokteran Barat itu sangat perhatian dengan murid-muridnya. Secara khusus, bahkan ia pernah mengarang kitab yang bertajuk al-Asrar untuk muridnya, Muhammad bin Yunus.
Karya yang ditulisnya itu berisikan tentang teori matematika dan ilmu biologi. Sebuah contoh elegan dari seorang guru sekaligus pendidik sangat bermakna. Keteladanan yang kini sangat dirindukan di dunia pendidikan. "Semoga Allah memberikan taufik selalu kepadamu untuk berkhidmat pada pemimpin," tulis ar-Razi yang merupakan murid tokoh kenamaan Ali Ibnu Suhal Ibnu Rabban ath-Thabari kepada Ibnu Qarib.
Ar-Razi lantas mengingatkan muridnya bahwa dalam aktivitas medis yang paling sulit ialah mengobati dan mengurus penguasa, kaum borjuis, dan para wanita. Profesi seorang dokter dikenal independen dan tak bisa diatur, tetapi semuanya itu, menurut ilmuwan pengulas pertama ekstraksi katarak dan reaksi pupil mata itu, bisa jadi tidak berlaku di hadapan golongan-golongan tersebut.
Apalagi, bila mereka tidak tahu-menahu tentang seluk-beluk pengobatan, kemungkinan akan cukup kerepotan. Pernah suatu ketika seorang dokter meminta seorang pejabat berpengaruh untuk menghindari makanan atau minuman lantaran dikhawatirkan bisa memperburuk kondisinya.
Sontak, bagi mereka yang hidup dengan kemewahan dan tiap harinya menyantap menu-menu lezat, permintaan dokter itu mustahil dikabulkan. Bagi dokter, tidak ada kata menyerah. Petunjuk dan arahannya merupakan rambu-rambu yang tidak bisa dilanggar.
"Soal medis, dokter sama kedudukannya dengan seorang raja, ia bisa mengeluarkan perintah dan lazim ditaati, tetapi tidak bisa diperintah," demikian ar-Razi memberikan saran menghadapi golongan-golongan elite itu.