Jumat 29 Sep 2017 14:03 WIB

Menjadi Muslimah itu Nikmat, Anugerah, dan Amanah

Rep: mgrol97/ Red: Agus Yulianto
 Komunitas Dakwah Akhwat Mulia dan Generasi Kaffah menggelar sosialisasi jilbab syar'i di Jakarta (Ilustrasi)
Komunitas Dakwah Akhwat Mulia dan Generasi Kaffah menggelar sosialisasi jilbab syar'i di Jakarta (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap Muslimah memiliki kisah dan tantangan yang harus dihadapi ketika berhijrah dan memutuskan berjilbab. Salah satunya  dengan Amalia Dian Ramadhini, Ketua Solidaritas Peduli Jilbab. Ia sangat bersyukur, sebab  Allah memberikan hidayah kepadanya sehingga di 2005 mantap berjilbab. Baginya terlahir sebagai seorang muslimah adalah sebuah nikmat, anugerah, dan amanah.

Jilbab dalam Islam dimaknai sebagai pakaian yang menutup seluruh tubuh dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Tidak tipis atau transparan, tidak memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh, tidak berwarna mencolok dan terlihat sederhana.

Allah memerintahkan kewajiban muslimah memakai jilbab dalam Surat al-Ahzab 59 berbunyi : ”Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang-orang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Hal ini diperjelas lagi dalam Surat an-Nur: 31, yaitu “ .... Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.”

Perempuan yang akrab disapa Amal ini sebelumnya tak pernah tahu mengenai perintah Allah di surat al-Ahzab ayat 59 maupun surat an-Nur ayat 31. Baginya kala itu, ia ingin berubah menjadi lebih baik.

“Saya hanya tahu bahwa muslimah yang baik adalah berjilbab. Saya pakai jilbab aja waktu itu, walau tanpa ilmu. Tapi setelah berjilbab, saya belajar dan ikut ngaji sana sini,” katanya, Kamis (28/9).

Menjadi  seorang Muslimah adalah sebuah nikmat. Salah satunya nikmat dalam mengenakan jilbab. Menurut Amal, ketika berjilbab ada sesuatu hal yang ia rasakan, ia tak lagi memusingkan apa yang orang lain pikirkan terhadap penampilannya. Hanya menjalankan kewajiban sebagai seorang Muslimah dan membebaskan diri sendiri dari penghambaan terhadap manusia.

“Sebelum berjilbab rambut berantakan dikit itu masalah, aduh gimana ya kata orang. Setelah berjilbab ya.. sudah ini apa yang Allah minta. Jadi kita nggak ribet lagi dari pandangan orang lain dan itu adalah kenimatan tersendiri,”  ucapnya.

Selain nikmat, menjadi muslimah adalah sebuah anugerah. Allah perintahkan berjilbab sebagai bentuk rasa sayang-Nya kepada muslimah. Salah satunya dalam segi kesehatan, jilbab melindungi perempuan dari kanker kulit dan pelecehan seksual

Maka, menurutny,a jika jilbab itu mengekang dan ketinggalan jaman, sangatlah salah. Sebab, banyak fakta-fakta yang menunjukkan bahwa jilbab memiliki banyak manfaat.

“Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa ozon yang melindungi bumi dari sinar ultraviolet bocor, sehingga manusia rentan terkena kanker kulit. Insya Allah, berjilbab salah satu cara untuk menghindarinya. Selain itu laki-laki hidung belang sungkan untuk mengganggu.”

Menjadi muslimah adalah amanah. Bagaimana menjadi muslimah yang lebih shalihah. Tak sekedar tampilannya saja namun perilaku, adab, akhlak sehari-hari yang mencerminkan dari jilbab itu sendiri. “Salah kalau ada yang bilang berjilbab pasti sudah baik. Sebab jilbab itu langkah awal ke sana (kebaikan) karean ada amanah dalam berjilbab. Bagaimana kita menjadi muslimah yang lebih shalilah,” ujarnya.

 

Berjilbablah tanpa tapi...

Mengenakan jilbab adalah suatu kewajiban yang Allah perintahkan kepada perempuan. Namun pada kenyataan, banyak perempuang yang belum mengenakannya, dengan berbagai alasan. Sementara banyak pula yang tak menyerah pada alasan untuk mengenakan jilbab, seperti Amalia Dian Ramadhini (Ketua Solidaritas Peduli jilbab) dan Rahma Nuzula Putri (Mantan Inong Banda Aceh 2013).

Amalia mengisahkan, bahwa perjuangannya untuk berjilbab tidaklah mudah. Sebelum berjilbab, ia mengaku, kerap melakukan kenakalan-kenakalan remaja. Hingga akhirnya, ia mantap berjilbab di 2005 ketika duduk di kelas 1 SMA. Saat itu ia tidak tahu jilbab adalah sebuah kewajiban yang Allah perintahkan di surat Surat al-Ahzab (59) dan Surat an-Nur (31).

“Awal saya memutuskan berjilbab karena bermimpi malaikat maut, saya takut. Entah kenapa saya mikirnya perubahan pertama menjadi Muslimah adalah berjilbab. Saya pakai jilbab aja waktu itu, walau tanpa ilmu,” katanya.

Tantangan terberat yang ia hadapi berasal dari keluarga. Ia mengatakan sang ayah sempat memusuhinya selama satu setengah tahun karena keputusannya tersebut. Apalagi keputusannya saat itu berdekatan dengan peristiwa bom bali dua. Fenomena yang salah di masyarakat mengenai teroris adalah islam fanatik, membuat dirinya dimata sang ayah salah.

“Satu setengah tahun saya  berjuang di dalam kelaurga. Saya dicuekin, didiamkan, gak diajak ngobrol terutama sama ayah. Selain itu saya dikatakan seperti istrinya para teroris,” katanya.

Keputusannya bahwa berjilbab adalah  hal yang benar, ia buktikan dengan menjadi teladan yang baik. Ia menjalaninya dengan sabar hingga akhirnya ia menjadi juara kelas.

“Jadi saya buktikan sama ayah bahwa setelah pakai jilbab saya  akan lebih baik lagi. Akhirnya satu setengah tahun saya bayar dengan mendapatkan rengking kelas dan ayah akhirnya menerima saya berjilbab,” ujarnya.

Bagi Amal sudah seharunya muslimah melaksankan kewajiban yang Allah perintahkan. Jilbab bukan sekedar pilihan dan keinginan, karena itu adalah sebuah keharusan. Tak perlu menjadi baik terlebih dahulu untuk berjilbab.

Perjuangan berjilbab juga dirasakan oleh Rahma Nuzula putri. Berbeda dengan Amel yang memiliki tantangan di keluarga, Ula panggilan akrabnya mengisahkan bahwa tantangan terberatnya justru hadir dalam dirinya sendiri. “Saya bercita-cita menjadi artis, dan sejak kecil saya sudah terjun di dunia modeling untuk merah cita-cita saya itu,” katanya, Kamis (28/9).

Gadis kelahiran Aceh ini, memutuskan merantau ke Jakarta setelah lulus SMA. Berkat presatasinya di dunia modeling dan seni, ia mendapatkan beasiswa di salah satu perguruan tinggi ternama di Jakarta. Alasan utamanya ke Jakarta selain kuliah adalah ingin meniti karirnya sebagai seorang public figur. Berbagai ajang ia ikuti, hingga lolos ke semi final. Pengalaman-pengamalanya itu menghantarkanya untuk bertemu dengan salah satu agensi ternama.

“Saya mencoba berbagai ajang, banyak kenalan dan ketemulah sama agensi. Ditawari kerjaan untuk iklan, film, dan FTV,” katanya.

Ia berdoa kepada Allah agar cita-citanya segera tercapai. Awalnya ia sangat bersyukur dengan banyaknya job yang datang kepadanya.  Baginya langkah untuk meraih cita-citanya tinggal sedikit lagi.

“Saya semakin terlena dengan hidup saya  yang duniawi. Kuliah nggak pernah masuk, pakai pakaian-pakain yang terbuka bahkan saya jarang shalat lima waktu. Jadi Allah berikan nikmat dan kesenangan sampai hambanya merasa putus asa, ” ujarnya.

Ditengah-tengah karirnya yang semakin naik, ia merasakan kesedihan dan ke kosongan dalam dirinya. Hingga akhirnya Allah memberikan hidayah beserta taufik kepadanya melalui kegelisahan-kegelisahan yang ia hadapi. Ia mantap berjilbab di tahun ini, dengan ikhlas meninggalkan segala keinginan duniawinya.

Bagi Ula, untuk berjilbab janganlah pernah menyerah pada keadaan. Banyak alasan yang dapat menghalangi seorang perempuan dalam berjilbab. Namun, bagaimana caranya kita harus dapat melaksankan kewajiban yang Allah perintahkan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement