Sabtu 30 Sep 2017 01:17 WIB

Pengamat Politik UGM : Kasus Novanto Adalah Perkara Politik

Rep: Taufiq Alamsyah Nanda/ Red: Gita Amanda
Petugas memeriksa barang bukti dalam sidang praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait status tersangka kasus dugaan korupsi KTP Elektronik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (25/9).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Petugas memeriksa barang bukti dalam sidang praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait status tersangka kasus dugaan korupsi KTP Elektronik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (25/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Gajah Mada (UGM) Muchtar Effendi mengatakan, kasus yang menjerat Setya Novanto ialah perkara politik bukan hukum. Sehingga tidak perlu kaget jika Setya Novanto berhasil lolos dari jerat kasus korupsi melalui praperadilan.

"Semua pendukung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tentu saja kecewa dan menilai negatif hakim Cepi," ujar Muchtar Effendi saat dihubungi Republika.co.id pada Jumat (29/9). Menurutnya gugatan Novanto yang diterima hakim di prapradilan sebuah fakta politik. Publik harus menerima fakta itu.
 
Ia menegaskan bahwa beragam penafsiran akan muncul. Salah satunya, meski tak terbuka, telah terjadi intervensi kekuasaan ke dalam prapradilan Novanto. 
 
Setya Novanto yang juga Ketua Umum Partai Golkar, adalah bagian dari koalisi pemerintah. Muchtar mengatakan dengan kasus ini penafsiran akan muncul, bahwa pemerintah membantu atau merekayasa proses praperadilan agar Novanto terbebas.
 
"Bagaimanapun, jauh lebih mudah mempengaruhi seorang hakim ketimbang lima komisioner KPK," ujarnya.
 
Menurutnya perlu dipahami Novanto merupakan politisi senior dan sangat cerdik. Selama ini dia selalu berhasil menghindarkan diri dari dugaan-dugaan yang menyangkut pautkan dirinya dengan kasus korupsi besar di Tanah Air. Terlebih menurut Muchtar, posisi Setya Novanto sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 
 
Setya Novanto sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus e-KTP oleh KPK pada 17 Juli 2017. Kemudian ia mengajukan praperadilan atas penetapan tersebut. Jumat (29/9), Hakim Tunggal Cepi Iskandar memutuskan bahwa penetapan tersangka atasnya tidak sah dan cacat hukum.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement