REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson mengatakan negaranya tidak mengakui hasil referendum kemerdekaan yang digelar pemerintah Kurdistan (KRG) di Irak.
Dalam referendum tersebut 93 persen warga Kurdi diketahui memilih untuk memisahkan diri dari Irak.
"Pemungutan suara dan hasilnya kurang legitimasi dan kami terusmendukung Irak yang bersatu, federal, demokratis, dan sejahtera," ujar Tillerson dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Anadolu Agency.
Tillerson mengatakan AS prihatin atas pilihan warga Kurdi yang menghendaki memisahkan diri dari Irak. Padahal, sebelum referendum digelar, kata dia, AS telah bekerja sama dengan kedua belah pihak dalam rangka menciptakan stabilitas dan kemakmuran bagi rakyat wilayah Kurdistan.
"Aspirasi ini, pada akhirnya, tidak dapat dilanjutkan melalui tindakan sepihak seperti referendum ini," kata Tillerson.
Referendum Kurdistan telah menuai kecaman dari Irak dan negara tetangganya, yakni Iran dan Turki. Irak menganggap referendum tersebut tidak sah atau ilegal. Sedangkan Iran dan Turki mengecam karena referendum itu dinilai dapat memicu gerakan separatis Kurdi lainnya, terutama yang berada atau tinggal di negara mereka.
Terkait hal ini, Tillerson mendesak agar pihak-pihak yang terkait dengan referendum Kurdistan di Irak agar berunding dan berdialog. Ia juga meminta agar kecaman dan ancaman terhadap Kurdistan dihentikan agar tak memicu konflik baru di wilayah tersebut.