Sabtu 30 Sep 2017 17:11 WIB

Pemerintah Tanggung Defisit BPJS Kesehatan

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris
Foto: Republika / Darmawan
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menegaskan iuran kepada peserta tidak akan mengalami kenaikan meski tren defisit terus berlanjut hingga tahun 2017 ini. Tren defisit memang terus dialami BPJS Kesehatan lantaran penerimaan dari iuran tak sebanding dengan pengeluaran, termasuk pembayaran klaim pasien.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menjelaskan, anggaran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menganut prinsip anggaran berimbang. Artinya, berapapun pengaluaran yang dilakukan BPJS untuk pelayanan JKN, maka akan dibantu oleh pemerintah untuk menutupi kekurangannya melalui bantuan dana langsung. Tahun 2016 lalu misalnya, pemerintah harus menalangi defisit BPJS hingga Rp 6,8 triliun.

Menurutnya, penyebab utama defisit adalah adanya pemangkasan pembayaran iuran untuk pasien kelas 2 dan 3 yang ditetapkan pemerintah. Fahmi menyebutkan, untuk pasien kelas 3 misalnya, dari iuran yang seharusnya Rp 53 ribu, dipangkas menjadi Rp 25.500. Sedangkan pasien kelas 2, dari iuran yang seharusnya Rp 63 ribu, dipangkas menjadi Rp 51 ribu.

"Jadi setiap pasien kelas 3 datang, ada minus Rp 27.500. Sedangkan pasien kelas 2 ada minus Rp 12 ribu. Itu kalau satu pasien, bayangkan kalau jutaan pasien di Indonesia?" kata Fahmi di Padang, Sabtu (30/9).

Meski begitu, lanjut Fahmi, BPJS Kesehatan tetap mengikuti instruksi Presiden Jokowi untuk tidak menaikkan iuran. Hal ini lantaran dikhawatirkan akan menambah beban ekonomi masyarakat. Tak hanya itu, opsi kedua yakni pengurangan manfaat bagi pasien juga tidak dilakukan. Artinya, lanjutnya, satu-satunya opsi yang tersedia adalah pemberian dana bantuan langsung dari pemerintah untuk mengurangi beban defisit anggaran BPJS Kesehatan.

"Paling baik memang iuran dinaikkan namun pemerintah tidak ingin lakukan itu karena akan memberatkan masyarakat," katanya.

Ditanya mengenai jumlah defisit yang sudah tercatat hingga September 2017, Fahmi tidak mau menyebutkan. Menurutnya, pihaknya masih menunggi hasil audit untuk akhir tahun anggara 2017. Defisit anggaran bagi BPJS Kesehatan memang tak terelakkan. Saat ini juga tercatat ada 92,4 juta masyarakat yang termasuk dalam kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Mereka adalah kelompok masyarakat miskin yang iurannya dibayari pemerintah.

Karena itu, untuk menutupi selisih tersebut, maka pemerintah membayar kekurangannya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 yang menyebut bahwa pendapatan BPJS berasal dari iuran dan bantuan pemerintah. Catatan BPJS Kesehatan, sejak 2014 lalu, total bantuan yang telah diberikan pemerintah pada BPJS Kesehatan mencapai Rp 18,84 triliun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement