Sabtu 30 Sep 2017 17:26 WIB

Putusan Praperadilan Setnov Kacaukan Sistem Hukum Indonesia

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andi Nur Aminah
Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang praperadilan Setya Novanto
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang praperadilan Setya Novanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Tangerang Public Transparency Watch (Truth) Beno Novitneang menyatakan putusan sidang praperadilan Setya Novanto yang dipimpin hakim tunggal Cepi Iskandar akan mengacaukan sistem penegakan hukum di Indonesia. Bahkan, jika putusan tersebut dijadikan rujukan untuk suatu perkara, dapat meloloskan tersangkanya.

Misalnya, lanjut Beno, seorang tersangka yang kasusnya ditangani Kepolisian ataupun Kejaksaan, itu nantinya bisa lolos melalui praperadilan jika menggunakan pola seperti Setnov ini. "Ini mengacaukan sistem penegakan hukum kita. Kalau dijadikan rujukan maka akan meniru polanya Setnov ini. Para tersangka bisa ke praperadilan dan bebas semua. Enggak mungkin ada terdakwa, mentok di tersangka semua," kata dia di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (30/9).

Beno juga menyayangkan pertimbangan Hakim Cepi yang menyatakan tidak boleh menggunakan alat bukti yang sudah digunakan dalam perkara orang lain. Padahal, pasal 46 KUHAP menyebutkan alat bukti pada perkara yang sudah inkrah, sepanjang masih diperlukan untuk perkara kasus lain, itu boleh digunakan.

"Ini akal-akalan aspek legal formil. Karena dibuat dengan asumsi dan tidak berdasarkan pada aturan hukum," ujar dia. Menurut Beno, Hakim Cepi dalam membuat putusan praperadilan Setnov seolah-olah menjadi penemu hukum yang sebetulnya bukan menjadi kewenangannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement