REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Propaganda yang muncul belakangan ini tentang kebangkitan PKI dengan mengaitkan sejumlah kegiatan, baik melalui film, diskusi, penerbitan buku justru akan memberi pengaruh negatif terhadap upaya pemerintah menyelesaikan Tragedi 1965.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PPP Achmad Dimyati Natakusuma mengatakan hal tersebut merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk mengadu domba masyarakat dan menghalangi niat negara melakukan rekonsiliasi, serta membenarkan seluruh pembatasan kebebasan sipil.
"Penyebaran stigma PKI terhadap beberapa kegiatan telah membangkitkan kebencian orang pada upaya-upaya persuasif, dialogis, dan solutif bagi pemenuhan hak-hak korban peristiwa 1965," kata Dimyati dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Sabtu (30/9).
Pemerintah menekankan, kata Dimyati, Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) masih berlaku. Oleh sebab itu, lanjut dia, segala hal yang berbau paham komunis merupakan hal terlarang.
"Pendekatan hukum karena TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 masih berlaku," ujar Dimyati pada Sosilisasi Empat Pilar Kebangsaan di Sasana Krida Karang Taruna Kelurahan Jatipulo Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, Sabtu (30/9).
Dimyati menjelaskan, Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tercantum soal pembubaran PKI dan melarang komunisme, larangan terhadap penyebaran ajaran-ajaran komunisme, Leninisme, dan Marxisme.
Selain itu, lanjut Dimyati, ada satu peraturan yang dijadikan dasar untuk menindak pelaku penyebar ajaran tersebut, yakni Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan Pasal 107 KUHP. "Dalam UU tersebut ada penambahan pada Pasal 107 KUHP, yakni pemerintah melarang kegiatan penyebaran atau pengembangan paham komunisme, Leninisme, dan Marxisme dalam berbagai bentuk," ujarnya.
Dimyati menekankan dan memberikan arahan bagi seluruh jajarannya untuk bisa melakukan langkah-langkah hukum terhadap yang diduga mengandung ajaran komunisme. "Apakah itu bentuknya atribut, kaus, simbol, termasuk film-film yang bisa mengajarkan komunisme," kata Dimyati.