Ahad 01 Oct 2017 13:59 WIB

KY Harus Periksa Hakim Praperadilan Setnov, Ini Alasannya

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andi Nur Aminah
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat segera menetapkan kembali Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus pengadaan korupsi poengadaan KTP-elektronik. Dia pun berpendapat bahwa Komisi Yudisial (KY) harus ikut turun tangan untuk memeriksa hakim praperadilan Novanto, Cepi Iskandar.

"KPK dapat kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka berdasarkan alat bukti yang telah didapat dari penyidikan, yakni keterangan saksi, ahli, surat setelah meningkatkan penyidikan dan sprindik baru,"ujar Abdul ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (1/10).

Penetapan kembali Novanto sebagai tersangka merupakan tindak lanjut yang harus dilakukan KPK atas putusan praperadilan yang dibacakan pada Jumat (29/9). Sebab, Abdul menilai jika hakim Cepi Iskandar bersikap tidak profesional dalam menangani praperadilan.

Hal tersebut, menurutnya terindikasi dari sejumlah pertimbangan. Pertama, hakim telah mempertimbagkan penetapan status tersangka Novanto tidak memenuhi prosedur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dalam aturan KUHAP penetapan tersangka didasarkan kepada alat bukti perkara lain. "Argumen hakim ini meskipun didasrkan kepada logika prosedural yang menganggap UU KPK No 30 Thn 2002 tidak mengatur (hal tersebut), tetapi hakim telah secara nyata mengesampingkan fakta bahwa bukti-bukti yang dijadikan dasar untuk menetapkan Novanto sebagai tersangka masih dalam penyitaan perkara yang lain," tuturnya.

Kedua, perkara Novanto dengan perkara terdakwa sebelumnya yaitu KTP-el adalah perkara yang berkaitan. Abdul juga menjelaskan, jika mengamati pasal 44 UU KPK, jika penyelidik telah mendapatkan dua alat bukti cukup maka segera diserahkan kepada KPK.

Selanjutnya, KPK bisa melakukan penyidikan berdasarkan dua alat bukti dan bisa langsung menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka. Abdul mengingatkan jika hakim mengingkari ktentuan ini dan mengesampingkan kenyataan bahwa perkara Novanto merupakan satu kesatuan dengan perkara tiga tersangka kasus KTP-el sebelumnya.

"Maka, Komisi Yudisial (KY) harus turun tangan memeriksa hakim untuk meneliti apakah pendapatnya hanya sekadar tindakan tidak profesional atau ada dugaan hakim menerima sesesuatu dalam memutuskan perkara tersebut," tegas Abdul.

Sebelumnya, Jumat lalu, Hakim Sidang Praperadilan Setya Novanto, Cepi Iskandar memutus penetapan tersangka oleh KPK kepada Ketua Umum Golkar itu tidak sah. Hakim pun memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Novanto berdasarkan Sprindik tertanggal 17 Juli 2017.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement