Senin 02 Oct 2017 15:20 WIB

Tren Inflasi Rendah Sumatra Barat Berlanjut

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Inflasi, ilustrasi
Foto: Pengertian-Definisi.Blogspot.com
Inflasi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kota Padang dan Bukittinggi di Sumatra Barat kembali mencatatkan tingkat inflasi rendah pada September 2017. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, Kota Padang mengalami inflasi sebesar 0,13 persen dan 0,31 persen untuk Kota Bukittinggi pada September 2017 lalu. Bahkan bila dilihat dari laju inflasi tahun kalender untuk Januari-September 2017, inflasi Padang dan Bukittinggi masing-masing sebesar 0,71 dan 0,26 persen.

Inflasi keduanya masih bertengger di bawah 1 persen. Sementara inflasi year on year September 2017 untuk Padang dan Bukittinggi masing-masing sebesar 2,49 persen dan 1,13 persen.

Kepala BPS Sumatra Barat Sukardi menjelaskan, laju inflasi di Padang pada umumnya masih didominasi oleh kenaikan bahan pangan dengan nilai inflasi 0,42 persen. Beberapa bahan pangan yang terpantau berkontribusi terhadap inflasi adalah cabai merah yang harganya naik 4,92 persen, dendeng dengan kenaikan harga 26,22 persen, minyak goreng naik 1,19 persen, teri naik 2,68 persen, dan jengkol yang mengalami kenaikan harga 1,82 persen. Untuk Bukittinggi, inflasi terbesar juga dikontribusikan oleh bahan pangan, dengan kenaikan harga tertinggi juga dialami oleh cabai merah yakni 10,83 persen.

"Inflasi Padang dan Bukittinggi masih rendah," ujar Sukardi di Kantor BPS Sumatra Barat, Padang, Senin (2/10).

Sementara penyumbang deflasi di Padang datang dari kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan dengan nilai inflasi -0,28 persen. Penurunan harga terutama terjadi untuk tarif transportasi udara. Sukardi menyebutkan, harga tiket pesawat memang menunjukkan tren penurunan sejak Lebaran Juli 2017 lalu. Di Bukittinggi, deflasi justru disumbangkan oleh daging ayam ras yang harganya mengalami penurunan hingga 5,77 persen.

Tren inflasi rendah, kata Sukardi, diprediksi akan terus berlanjut hingga akhir 2017. Apalagi dalam sisa periode tiga bulan di tahun ini, tidak ada lagi musim Liburan yang diproyeksikan bakal menaikkan permintaan di Sumatra Barat. Satu-satunya risiko inflasi, menurut Sukardi, hanyalah libur akhir tahun, yakni Natal dan tahun baru. Namun, ia menilai bahwa kondisi tersebut tidak akan menjadikan laju inflasi di Sumbar melonjak di atas 2 persen hingga akhir tahun.

"Tahun 2017 inflasi Sumbar nggak sampai 2 persen. Ini kan padang 0,71 persen. Ini tinggal tiga bulan, dan hanya Desember nanti yang kami prediksikan terjadi inflasi menurut pola inflasi tahunan," kata Sukardi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement