REPUBLIKA.CO.ID, LAS VEGAS - ISIS mengklaim pelaku penembakan di Las Vegas, Stephen Paddock, adalah salah satu militannya. Namun pihak berwenang mengatakan tidak ada bukti yang mendukung klaim ISIS tersebut karena Paddock tampaknya tidak beragama.
Kemungkinan pertama, bisa saja Paddock telah masuk Islam dan berjanji setia pada ISIS, tapi pemerintah AS belum menemukan bukti mengenai hal ini. Kemungkinan kedua, ISIS memanfaatkan aksi Paddock yang dapat meningkatkan kredibilitas mereka, setelah kelompok tersebut mempertaruhkan reputasi atas pernyataan mereka.
Seperti dilansir dari Washington Examiner, Paddock diduga memiliki semacam gangguan mental. ISIS selama ini cenderung merekrut orang-orang yang bermasalah secara mental, seperti Omar Mateen, pelaku penembakan di sebuah klum malam di Orlando.
Jika Paddock menghubungi ISIS dalam keadaan sakit mental, kelompok tersebut dengan senang hati akan merangkulnya tanpa mempedulikan latar belakangnya. Meski Alqaidah secara perlahan menerapkan strategi perekrutan yang sama fleksibelnya, ISIS tetap menjadi pemimpin di dunia terorisme dalam manipulasi semacam ini.
Meskipun Paddock tidak berhubungan dengan ISIS atau bahkan tidak terinspirasi oleh agendanya, kelompok tersebut memiliki kesempatan untuk memanipulasi cerita Las Vegas demi tujuan yang ingin mereka capai sendiri. Pakar kontraterorisme, Aymenn al-Tamimi, mengatakan, ISIS bisa saja tidak terlibat dalam serangan Las Vegas, namun mereka dapat memanfaatkan berita palsu, yang mudah tersebar di zaman ini.
Setelah terancam oleh hilangnya wilayah di Irak dan Suriah, kelompok teror ini sangat membutuhkan kemenangan publik yang besar. Hal ini diucapkan langsung dalam rekaman audio pekan lalu yang diduga berasal dari pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.
Apapun kebenarannya, klaim tanggung jawab ISIS merupakan bentuk perang mental terhadap AS. Tidak seperti kelompok ekstremis Islam lainnya seperti Hizbullah Lebanon, ISIS memandang kekerasan terhadap Amerika adalah tujuan akhir mereka.