Selasa 03 Oct 2017 11:11 WIB

Parlemen Prancis Lakukan Pemungutan Suara RUU Antiterorisme

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Esthi Maharani
Petugas keamanan berjaga di sekitar menara Eiffel Paris, setelah adanya ancaman bom
Foto: AP
Petugas keamanan berjaga di sekitar menara Eiffel Paris, setelah adanya ancaman bom

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS - Anggota parlemen Prancis akan melakukan pemungutan suara untuk mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) antiterorisme, pada Rabu (3/10). UU yang dirancang untuk mengakhiri status darurat dua tahun di Prancis ini dianggap dapat memperluas kekuasaan polisi dan mengekang kebebasan sipil.

Pemungutan suara dilakukan menyusul adanya serangkaian serangan di Prancis sejak 2015. Dua hari lalu bahkan pertumpahan darah kembali terjadi di Kota Marseille, saat seorang pria menikam dua wanita hingga tewas. Menteri Dalam Negeri Prancis Gerard Collomb mendukung RUU tersebut dan menyebutnya sebagai sebuah tanggapan yang baik untuk segala ancaman.

"RUU tersebut bertujuan untuk menjamin kebebasan individu dan kolektif kita, namun menjanjikan juga semua tindakan akan diambil untuk menjamin keamanan rakyat Prancis," tutur Collomb.

Namun RUU itu mendapat kecaman dari kelompok hak asasi manusia (HAM). "Apa yang membuat kami marah adalah status darurat yang dapat menjadi permanen dan membatasi kebebasan," kata Christine Lazerges, kepala Komite Konsultatif Nasional untuk HAM di Prancis, dikutip Gulf News.

RUU anti-terorisme akan mulai berlaku pada 1 November jika disetujui oleh kedua majelis parlemen. RUU akan memberi wewenang untuk menempatkan orang-orang di bawah tahanan rumah, memerintahkan pencarian, dan melarang pertemuan publik tanpa persetujuan hakim sebelumnya.

Status darurat di Prancis sejak 2015 bersifat sementara, namun telah diperpanjang enam kali karena berbagai alasan. Perpanjangan status ditujukan untuk melindungi acara olahraga dan budaya, serta pemilihan presiden dan parlemen di awal tahun ini.

Insiden penembakan telah menyebabkan 241 orang tewas dalam berbagai serangan di Perancis sejak Januari 2015. Collomb mengatakan ada 12 rencana serangan yang berhasil digagalkan sejak awal tahun ini. Pekan lalu, dua pakar PBB mengemukakan kekhawatiran, RUU antiterorisme Prancis dapat memicu pasukan keamanan untuk melakukan diskriminasi terhadap umat Muslim. RUU juga dapat merongrong kedudukan Prancis sebagai tonggak HAM dunia.

"Normalisasi pasukan keamanan darurat memiliki konsekuensi serius bagi integritas perlindungan HAM di Perancis, baik di dalam maupun di luar konteks kontra-terorisme," ujar pakar HAM PBB, Fionnuala Ni Aolain.

Menurutnya, di bawah standar HAM internasional, durasi status darurat harus terikat waktu, direvisi secara teratur, dan memenuhi kriteria kebutuhan dan proporsionalitas. Definisi terorisme yang tidak jelas dapat memperdalam kekhawatiran bahwa kekuatan darurat dapat digunakan dengan cara yang sewenang-wenang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement