Selasa 03 Oct 2017 20:07 WIB

Indonesia Turunkan Bea Masuk Gula Mentah Asal Australia

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nur Aini
Puluhan ton gula rafinasi menumpuk di gudang distributor/pedagang di sekitar Pelabuhan Cirebon, Kamis (3/8).
Foto: dok. APTRI Jabar
Puluhan ton gula rafinasi menumpuk di gudang distributor/pedagang di sekitar Pelabuhan Cirebon, Kamis (3/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia akan segera menurunkan tarif bea masuk raw sugar atau gula mentah asal Australia dari yang semula 8-13 persen menjadi lima persen. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, penurunan tarif ini diberikan karena Indonesia dan Australia memiliki kerja sama perdagangan yang dinamakan ASEAN, Australia, New Zealand Free Trade Agreement (AAA-FTA).

Merujuk pada kerja sama tersebut, Indonesia akan mengenakan bea masuk untuk Australia dengan tarif yang selama ini sudah diberikan Indonesia untuk Thailand, yakni 5 persen. "Kita pakai rumusan yang sama dengan Thailand, karena sesama ASEAN," ujar Mendag, usai menghadiri rapat koordinasi nasional (Rakornas) Kadin Indonesia di Ritz Carlton Hotel Jakarta, Selasa (3/10).

Selama ini, gula mentah yang masuk ke Indonesia didominasi oleh produk Thailand. Tahun ini, impor gula Indonesia diperkirakan mencapai 3,5 juta ton dari kebutuhan nasional yang sebesar 6,2 juta ton. Kendati menurunkan tarif bea masuk gula dari Australia, Mendag menegaskan impor tidak akan bertambah. "Volumenya tetap, hanya sumbernya yang bertambah."

Dengan memberikan tarif yang sama pada Australia, Mendag justru optomistis harga akan semakin kompetitif. Sebab, Indonesia tak akan tergantung pada satu produsen saja.

Sementara itu, untuk memastikan gula lokal tetap terserap, Enggar mengatakan Perum Bulog telah membuat kesepakatan untuk membeli gula petani seharga Rp 9.700 per kilogram, sesuai dengan penugasan dari pemerintah.

Berbicara terpisah, Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, untuk menjual gula petani yang telah diserap Bulog, pihaknya akan bemitra dengan pedagang untuk menjual komoditas tersebut dalam bentuk curah. Sesuai dengan aturan yang berlaku, saat ini hanya Bulog yang diizinkan menjual gula curah. Namun, perusahaan pelat merah itu diizinkan bermitra dengan swasta. "Kondisi ini riil karena Bulog tidak miliki kapasitas sampai ke titik terbawah. Sehingga mitra yang kita gandeng adalah mitra pedagang," kata Djarot.

Dengan demikian, pedagang yang tercatat sebagai mitra Bulog boleh menjual gula dalam bentuk curah. Namun begitu, Djarot mengatakan, mitra dagang harus menjamin bahwa gula sampai ke tangan konsumen sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi HET (HET) sebesar Rp 12.500 per kilogram.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Gula Indonesia Pieko Njoto Setiadi mengatakan, ada sekitar 412 ribu ribu ton gula milik Bulog yang telah disepakati akan dibantu pendistribusiannya oleh pengusaha. Namun, menurut Pieko, dari total tersebut, ada sekitar 80 ribu ton gula yang kondisinya masih basah sehingga belum layak jual. "Jadi sekitar 300 ribu ton yang akan didistribusikan. Kita bantu untuk merealisasikan penjualan," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement