REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan putusan uji materi ketentuan pengaturan ambang batas pencalonan presiden yang empat kali ditolak oleh MK.
"Ketentuan ini dianggap sebagai suatu kebijakan terbuka dan MK tidak otomatis membatalkannya walaupun pengaturannya itu sangat buruk, alasannya seperti itu," ujar Yusril di Gedung MK Jakarta, Selasa (3/10).
Yusril mengatakan hal itu ketika menyampaikan permohonan uji materi yang partainya ajukan terkait dengan ketentuan ambang batas pencalonan presiden yang tertuang dalam Pasal 222 UU Pemilu. Yusril kemudian mengutip pertimbangan Mahkamah dalam putusan uji materi ketentuan yang sama yang diajukan oleh Effendy Gazali, yang kemudian ditolak oleh MK dengan alasan kebijakan terbuka.
"Menurut MK itu (ketentuan ambang batas pencalonan presiden) adalah pengaturan yang buruk, tapi betapapun buruknya pengaturan itu MK tidak akan membatalkannya karena norma undang-undang yang buruk tidak otomatis inkonstitusional bertentangan dengan UUD 1945," kata Yusril.
Yusril kemudian kembali mempertanyakan pertimbangan Mahkamah dalam putusan perkara yang diajukan oleh Effendi Gazali tersebut. Yusril mengutip pernyataan Mahkamah bahwa MK hanya akan membatalkan satu norma undang-undang yang dibentuk karena kebijakan terbuka, kalau bertentangan dengan rasionalitas, moralitas, dan ketidakadilan yang tidak bisa ditolerir.
"Itu ada dalam pertimbangan hukum Mahkamah, sehingga menjadi pertanyaan bagi kami," ujar Yusril.
Lebih lanjut Yusril mengatakan pihaknya akan menggunakan filsafat hukum untuk menguji ketentuan a quo, mengingat pengujian dengan UUD 1945 sudah empat kali ditolak oleh MK. "Kalau bicara rasionalitas, moralitas, kita bicara tentang ketidakadilan, kita masuk ke filsafat hukum dan seluruh argumentasi kami adalah argumen filsafat hukum," ucap Yusril.
Dalam petitumnya Yusril meminta Mahkamah untuk menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan menyatakan pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.