REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Pansus Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme, Nasir Djamil mengatakan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme harus diatur dalam peraturan presiden (Perpres). Sebab, ia mengatakan pelibatan militer harus dilakukan secara spesifik, dan dengan persyaratan tertentu.
"Menurut Menkopolhukam pengaturan keterlibatan TNI akan diatur lebih lanjut dengan Perpres, yakni akan mengatur prasyarat kondisi, mekanisme, prosedur, anggaran, legitimasi waktu, maupun kendali komando diatur dalam Perpres," katanya dalam diskusi bertajuk "Nasib RUU Terorisme" di Gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa (3/10).
Nasir menjelaskan, pelibatan TNI harus diatur Perpres karena UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI disebutkan bahwa untuk menjalankan tugas pokoknya yakni kedaulatan negara dan menjaga keutuhan wilayah negara, maka TNI menjalankan tugas operasi militer untuk perang dan tugas operasi milter selain perang.
Nasir berharap dengan adanya Perpres itu nantinya diharapkan menjadi embrio pembentukan peraturan perbantuan TNI yang jadi amanat UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri dan UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.
"Di beberapa negara pelibatan militer dalam menghadapi ancaman terorisme memang dimungkinkan, di Indonesia belum ada, bagaimana level situasi yang harus kita hadapi. Di beberapa negara mereka itu sudah punya level, sehingga kemudian sudah ada mekanisme kerja mereka," ujarnya.
Ia mengungkapkan, dalam UU TNI Nomor 34 tahun 2004 disebutkan bahwa untuk menjalankan tugas pokoknya yaitu kedaulatan negara dan menjaga keutuhan wilayah negara, maka TNI menjalankan tugas operasi militer untuk perang dan operasi milter selain perang.
Politikus PKS itu mengatakan dimungkinkannya pelibatan militer dalam operasi militer selain perang itu tidak bisa dilepaskan dari perubahan dinamika lingkungan strategis pascaperang dingin yaitu proyeksi ancaman militer non-tradisional muncul sebagai salah satu fokus utama dalam menjaga perdamaian dunia.
"Namun perlu digarisbawahi adalah pelaksanaan kedua tugas tersebut harus didasarkan kebijakan dan keputusan politik," katanya.
Nasir menjelaskan Pansus telah bertemu dengan Menkopolhukam, dan tim pemerintah untuk mencari "win-win solution" terhadap keterlibatan militer dan Polri. Menurutnya, hasil kesepakatan dari pertemuan tersebut dinyatakan bahwa keterlibatan TNI, dalam penanggulangan terorisme sudah tidak dalam bentuk Bawah Kendali Operasi (BKO) lagi.
"Tapi bersifat mutlak, baik dari segi pelaksanaan, kebijakan, dan strategi nasional tindak pidana terorisme maupun penindakan. Namun tim Pansus menyadari bahwa pelibatan militer harus dilakukan secara spesifik, dan dengan persyaratan tertentu," katanya.