Rabu 04 Oct 2017 07:37 WIB

Begini Penetapan Tersangka di KPK Menurut Indriyanto

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bilal Ramadhan
Mantan Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Aji.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Aji.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim tunggal praperadilan Setya Novanto Cepi Iskandar memutus bahwa penetapan tersangka Ketua DPR RI oleh KPK itu tidak sah. Sejumlah pemerhati hukum pidana menilai ada keganjilan dalam pertimbangan putusan tersebut lantaran KPK menetapkan tersangka sebagaimana biasanya.

Salah satu keganjilan yaitu alat bukti yang digunakan untuk menjerat Novanto sebagai tersangka menggunakan alat bukti pada perkara hukum Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong. Bagi Hakim Cepi, ini tidak diperbolehkan dan KPK harus menggunakan alat bukti yang baru.

Namun, bagaimana seharusnya proses penetapan tersangka di KPK? Mantan pelaksana tugas pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji menuturkan, Indriyanto menjelaskan, KPK memiliki aturan khusus dan dengan pasal 44 UU 30/2002 tentang KPK, maka KPK sudah dapat menetapkan dengan minimal dua alat bukti dalam tahap penyelidikan.

"Sehingga, begitu dialihkan ke tahap penyidikan, sudah pasti dapat menetapkan status tersangka terhadap seseorang tanpa menunggu tahap akhir penyidikan," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (3/10).

Karena itu, Indriyanto berpandangan, dari sisi prosedural dan facet hukum pidana formil (KUHAP) dan materil (KUHP), alat bukti untuk Setya Novanto seharusnya dibenarkan meski berasal dari alat bukti tersangka lainnya. Hal itu dibenarkan sepanjang status tersangka adalah pelaku bersama (deeldeming) berdasarkan pasal 55 KUHP.

Pelaku lainnya yang dimaksud, dalam hal ini Andi Narogong, Irman dan Sugiharto. Dengan penggunaan alat bukti yang sama atau setidaknya minimal dua alat bukti, maka dugaan untuk para pelaku yang bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dibenarkan.

"Karena perbuatannya dan sangkaan pasalnya kan sama. Materiele daad-nya (melakukan perbuatan materiil) adalah satu dan sama dari pelaku-pelaku yang bersama-sama melakukan tindak pidana," papar Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement