REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih melambat dan belum menunjukkan peningkatan signifikan. Hanya saja, daya beli masyarakat dinilai tidak turun seperti yang diperkirakan. Yang terjadi, ada pergeseran kebiasaan masyarakat dalam memanfaatkan uang yang mereka miliki.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengatakan, daya beli secara keseluruhan tidak turun. Meski begitu, ia mengakui ada tekanan dalam konsumsi domestik yang membuat konsumsi rumah tangga datar.
"Dibandingkan negara tetangga, pertumbuhan konsumsi Indonesia cenderung stabil tapi rendah. Jadi intinya daya beli masyarakat tidak turun tapi pertumbuhannya melemah," ujarnya di Jakarta, Selasa, (3/10).
Ia merinci ada indikasi penurunan konsumsi pada kelompok masyarakat menengah dan atas karena mereka beralih ke tabungan. Hal itu menyebabkan uang masyarakat semakin banyak mengendap di bank.
Pada sisi lain, jelas Faisal, pertumbuhan kredit cenderung turun. Sudah hampir 11 bulan berjalan pada 2017 ini tapi pertumbuhannya belum mencapai dua digit.
Faisal mengungkapkan ada perilaku masyarakat yang harus ditelaah mengapa lebih banyak ke tabungan. Pada 2012, hanya 18,6 persen masyarakat yang menabung, namun dalam dua tahun terakhir naik sekitar 20,77 persen sehingga DPK (Dana Pihak Ketiga) perbankan naik terus.
Selain itu, ada pergeseran pola konsumsi bukan penurunan daya beli. Menurut Faisal, adanya perubahan gaya hidup di mana orang semakin banyak memilih bepergian dibandingkan makan di mal.
"Persentase orang yang bepergian ke luar negeri 13 persen, kalau ke dalam negeri 10 persen," kata ekonom yang pernah maju sebagai cagub DKI ini.