REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab dan Rusia akan memulai babak baru dalam kerja sama ekonomi. Kerja sama ini akan berlansung secara resmi dengan datangnya Raja Salman beserta delegasinya ke Rusia pada Kamis mendatang. Beberapa kesepakatan termasuk memorandum of understanding (MoU), meliputi bidang energi, ekonomi, perdagangan dan infrastruktur telah dijadwalkan untuk ditandatangani antara kedua negara tersebut.
Dilansir Arab News pada Selasa (3/10), kerja sama Saudi-Rusia diawali dengan kunjungan Putra Mahkota Mohammed bin Salman ke Rusia pada bulan Mei lalu dengan membahas visi 2030 mendatang. Dalam kunjungan itu, dia menyatakan, keinginannya untuk mengembangkan kerja sama yang kuat dengan Rusia.
Jauh sebelumnya kedua negara tersebut telah menjalin hubungan yang lebih erat dengan total investasi sebesar 1 milliar dollar. Laporan Reuters mengatakan, bahwa Rusia mengharapkan Arab Saudi menandatangani beberapa memorandum dengan perusahaan-perusahaannya selama kunjungan kerajaan tersebut.
Di antaranya perusahaan minyak Saudi Aramco dan Saudi Basic Industries Corp (SABIC) akan menandatangani kerja sama dengan Sibur (perusahaan petrokimia terbesar di Rusia) untuk mencari peluang dalam membangun pabrik petrokimia di kedua negara. Kesepakatan lain yang diperkirakan akan ditandatangani adalah kerjasama dengan Novatek (perusahaan gas Rusia). Pejabat Saudi Aramco dan SABIC setempat menolak berkomentar mengenai kemungkinan kesepakatan tersebut. Selain itu keduanya akan membicarakan juga kesepakatan di sektor infrastruktur, mengenai Riyadh yang akan berinvestasi di jalan tol Rusia termasuk di Moskow.
"Menuju tahap akhir negosiasi dengan Saudi mengenai proyek-proyek besar Rusia di Kerajaan Inggris. Kerja sama meliputi sektor energi, serta investasi di industri dan infrastruktur.," kata Kirill Dmitriev, kepala Dana Investasi Rusia (RDIF).
Pada bulan Juni, di sela-sela Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg, sebuah kesepakatan kerja sama bilateral jangka panjang dalam penggunaan energi nuklir secara damai ditandatangani keduanya. Pihak Rusia memang menyatakan, ketertarikannya pada sektor energi terbarukan Arab Saudi. Di mana Saudi mencari investasi besar untuk berkontribusi sebesar 10 persen. Negara tersebut melihat energi nuklir mampu memenuhi permintaan listrik dalam negeri, sehingga banyak minyak mentah yang dapat diekspor atau dikonversi menjadi petrokimia.