REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bidang Seni dan Budaya Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpandangan, jika akan dibuat film G 30 S/PKI baru, maka harus ditampilkan kekejaman PKI kepada para ulama. Hal ini disampaikan menanggapi harapan Presiden Joko Widodo mendaur ulang film G 30 S/PKI yang lebih sesuai dengan masyarakat sekarang.
"Memang harus ada revisi. Memang perlu direvisi itu (film G 30 S/PKI)," kata Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI, KH Sodikun kepada Republika.co.id, di Kantor MUI, Selasa (3/10).
KH Sodikun mengatakan, fungsi dan orientasi film adalah edukasi dan informasi. Maka, berbicara soal informasi, kata dia, sebenarnya PKI lebih kejam dari yang ditampilkan dalam Film G 30 S/PKI. "Jadi, kalau membuat film baru, perlu ditampilkan tokoh-tokoh agama yang betul-betul dibantai PKI," katanya.
Dia mengatakan, bagaimana menampilkan tokoh-tokoh di daerah termasuk tokoh-tokoh agama yang ditangkap dan dibantai oleh PKI. Sehingga, keganasan PKI tidak hanya kepada dewan jenderal saja. "Kalau hanya menampilkan itu, nanti akan banyak perspektif. Perspektif orang yang tidak tahu, perspektif dari orang-orang yang berkepentingan," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut KH Sodikun, harus ditampilkan data-data konkret di lapangan. Yakni, tidak hanya menampilkan data pembantaian tujuh jenderal, tetapi juga harus menampilkan data pembantaian orang-orang dan tokoh-tokoh termasuk para ulama.
Dikatakan KH Sodikun, sadisnya PKI jangan hanya dikaitkan dengan pembantaian tujuh jenderal. Menurut dia, kekejaman PKI tidak hanya itu. Karena, kalau hanya itu yang ditampilkan, maka akan ditarik secara politis.
"Nanti ada yang beranggapan bukan PKI pelakunya dan ada yang beranggapan sebagai konspirasi. Kakek saya dicincang-cincang (PKI), kakek saya dipotong-potong sampai dagingnya segini (segumpal) dipotong lagi," tegasnya.
KH Sodikun menjelaskan, data-data validitas lapangan harus dijadikan sebagai data pembuatan film. Dirinya menyatakan tidak setuju bila pembuatan film baru hanya menampilkan pembantaian jenderal saja. "Karena yang merasa sakit, merasa ditekan, tidak hanya jenderal-jenderal. Kalau mereka membuat ada putra putri PKI, kami pun ada putra putri cucu-cucu korban-korban PKI," tegasnya.