REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Imparsial Al Araf yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) meminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI untuk melanjutkan proses reformasi militer dalam rangka HUT ke-72 TNI. Dia meminta dilakukan agenda reformasi peradilan militer melalui revisi UU Nomor 31/1997 dengan memasukkan agenda perubahan UU 31/1997 tentang Peradilan Militer ke dalam program legislasi nasional.
"Presiden juga harus melakukan restrukturisasi Komando Teritorial sebagai evaluasi terhadap peran militer dalam masa damai. Hal ini perlu dilakukan agar peran TNI tidak tumpang tindih dengan fungsi pemerintah daerah," kata Al Araf di Jakarta, Rabu (4/10).
Catatan lain, menurut Al Araf, perlu dibentuk undang-undang tentang tugas perbantuan militer dengan memasukkan agenda pembentukan RUU tugas perbantuan militer ke dalam prolegnas. Hal ini agar ada landasan hukum bagi TNI dalam menjalankan fungsi Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Lebih jauh, Jokowi perlu menginstruksikan kepada Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan kementerian/ lembaga untuk mengevaluasi dan mencabut seluruh MoU TNI yang bertentangan dengan undang-undang.
Pihaknya juga meminta penghentian pembahasan dan pembentukan RUU Rahasia Negara dan RUU Keamanan Nasional di DPR. Sebab menurutnya, secara urgensi, RUU Rahasia negara tidak dibutuhkan karena pengaturan tentang rahasia negara secara eksplisit telah diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Nomor 14 Tahun 2008 khususnya Pasal 17 mengenai informasi yang dikecualikan.
"Sedangkan RUU Kamnas, secara substansi akan mengancam kehidupan demokrasi dan pemajuan HAM," kata dia. Tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan ini, antara lain, Imparsial, Elsam, KontraS, YLBHI, LBH Jakarta, HRWG, LBH Pers, PBHI, SETARA Institute, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).