REPUBLIKA.CO.ID, LAS VEGAS -- Kasus penembakan Las Vegas oleh Stephen Paddock yang menewaskan sedikitnya 58 orang telah menyita perhatian dunia internasional. Tak sedikit yang menganggap adanya standar ganda dalam kasus penembakan itu.
Dari mulai kata teroris yang tak disematkan kepada pelaku hingga biasanya respons pemerintah. Pemerintahan Donald Trump seolah tunduk dengan lobi perusahaan senjata yang menolak pelarangan penjualan barang berbahaya itu.
Dalam tulisannya di New York Times, kolumnis Thomas L Friedman, 'menyentil' dengan tulisan berjudul "If Only Stephen Paddock were a Muslim."
"Jika saja Stephen Paddock adalah seorang Muslim. Seandainya saja dia meneriakkan "Allahu Akbar" sebelum dia menembaki semua penonton konser di Las Vegas," tulisnya dalam kalimat pembuka.
"Seandainya saja dia menjadi anggota ISIS. Seandainya saja kami memiliki foto dia berpose dengan sebuah Quran di satu tangan dan senapan semi otomatis di lain."
Jika semua itu yang terjadi, kata ia, maka tidak ada yang akan memberitahu untuk tidak mencemarkan para korban dan mempolitisasi pembunuhan massal Paddock dengan membicarakan tentang upaya pencegahan.
"Tidak, tidak, tidak. Lalu kita tahu apa yang akan kita lakukan. Pemerintah akan menjadwalkan dengar pendapat langsung di Kongres tentang peristiwa terorisme terburuk di dunia sejak 9/11."
Ia melanjutkan jika pelaku pembantaian di Las Vegas adalah Muslim, maka Donald Trump akan berkicau di Twitter setiap jam. "Sudah kubilang," seperti yang dia lakukan beberapa menit setiap kali ada serangan teror di Eropa.