Rabu 04 Oct 2017 21:04 WIB

Penggunaan Alsistan Ciptakan Efisiensi Hingga 40 Persen

Kepala Badan Litbang Pertanian melaksanakan panen bersama dan launching alat mesin pertanian (alsintan) sorgum di Desa Kawalelo, Kecamatan Demon Pagon, Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jumat (12/5).
Foto: balitbangtan
Kepala Badan Litbang Pertanian melaksanakan panen bersama dan launching alat mesin pertanian (alsintan) sorgum di Desa Kawalelo, Kecamatan Demon Pagon, Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jumat (12/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) melihat pentingnya penerapan alsintan modern agar petani lebih berdaya saing menghadapi pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pada tahun 2010-2014 jumlah bantuan alat mesin pertanian yang dibagikan hanya kurang 50 ribu unit, dan pada 2015–2017 jumlah bantuan alsintan berbagai jenis yang dibagikan kepada petani mencapai 321.000 unit atau naik enam kali lipat. 

"Melalui modernisasi pertanian terbukti bisa meningkatkan produktivitas pangan sehingga proses produksi beras bisa lebih efisien. Modernisasi pertanian yang tepat guna dan efisien akan mampu menangkal dampak buruk globalisasi dan menjadi salah satu kunci sukses menghadapinya," ucap Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Pending Dadih Permana dalam siaran pers kepada republika.co.id, Rabu (4/10).

Berdasarkan data Kementan, produksi gabah kering giling (GKG) tahun 2015 mencapai 75,55 juta ton. Setelah petani menggalakkan penggunaan alsintan, produksi meningkat 4,66 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 70,85 juta ton dan pada tahun 2016 lalu produksi GKG mencapai 79 juta ton. Pada tahun ini, produksi GKG sebesar 85,5 juta ton atau setara 55,5 juta ton beras, sedangkan konsumsi sebesar 32,7 juta ton beras sehingga masih terdapat surplus konsumsi yang diharapkan bisa diekspor. Adapun target produksi jagung adalah 30,5 juta ton serta kedelai target produksinya 1,2 juta ton.

Menurut hitungan sederhana, menurut Pending, penggunaan alsintan dari mulai olah sawah, penanaman, pembersihan gulma, pemupukan sampai pemanenan menggunakan combine harvester, dapat meningkatkan efisiensi biaya antara 30 sampai 40 persen. "Apabila satu hektare biaya produksi padi secara manual adalah Rp 6,5 juta per musim maka dengan alsintan ini dapat menghemat sampai sekitar Rp 2,6 juta per hektare per musim, sehingga biaya produksi hanya Rp 3,6 juta per hektare," ujar Pending.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengatakan, kunci menghadapi globalisasi tersebut adalah efisiensi usaha tani. Potensi ancaman tersebut dapat dihadapi dengan tiga langkah yang bersifat mikro, yaitu meningkatkan jumlah produksi sehingga tercapai kecukupan pangan nasional, dan meningkatkan efisiensi biaya produksi sehingga produk pertanian memiliki daya saing harga.

"Kemudian meningkatkan kualitas sehingga produk pertanian memiliki daya saing kompetitif serta mengupayakan kontinyuitas suplai pangan. Secara makro misalnya perlunya regulasi sektor pertanian dan perlindungan yang lebih baik kepada petani termasuk perlindungan dari berbagai bencana alam serta pengembangan sarana dan prasarana pertanian termasuk pengembangan industri alsintan dalam negeri," ujar Herman.

Semua langkah tersebut, jelas Herman, tidak terlepas dari keberhasilan implementasi teknologi pertanian modern. Melalui kebijakan pemerintah yang mengutamakan keberpihakan kepada petani di antaranya dengan meningkatkan fasilitasi bantuan alsistan secara signifikan, telah menggeser kegiatan usaha pertanian dari sistem tradisional menuju pertanian yang modern.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement