REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Retno alias Mirda salah satu bendahara Saracen, diketahui telah menjalani pemeriksaan terkait kasus penyebaran ujaran kebencian Saracen, Rabu (4/10). Pemeriksaan Retno sejatinya dijadwalkan Senin (2/10) lalu, namun Retno tidak hadir dalam pemeriksaan itu.
Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Irwan Anwar mengatakan, pemeriksaan ini masih merupakan panggilan kedua. Saat penjadwalan pemanggilan Retno pada Senin (2/10), Retno menolak berangkat karena tidak punya biaya. Mengingat, rumah Retno berada di Boyolali Jawa Tengah.
"Kan orang Boyolali, panggilan kedua tidak datang akhirnya didatangi sama Polres alasannya tidak punya ongkos," ujar Irwan di Jakarta, Kamis (5/10).
Saat kepolisian menuju ke rumah Retno dan menghubungi Retno, ternyata Retno sudah dalam perjalanan. "Eh dia sudah di jalan minta diganti saja biayanya, kan main-main, jadi anggota mubazir ke sana," tutur Irwan.
Uniknya, lanjut Irwan, begitu tiba di Bareskrim, Retno ternyata membawa kuasa hukumnya. Hal ini kembali menjadi pertanyaan kepolisian. Pasalnya, Retno mengaku tidak punya apa-apa. "Kemarin katanya tidak punya apa-apa, tapi kok bisa sewa pengacara," kata dia.
Meski demikian, pemeriksaan pun tetap dilakukan untuk menggali keterlibatan Retno dalam Saracen ini. "Daripada kita ribut yang penting dia datang kita bisa minta keterangan," katanya lagi.
Saat ini, Kamis (5/10) Bareskrim Polri masih memeriksa dua bendahara Saracen lainnya, yakni Dwiyadi dan Riandini. Sejauh ini, penyidik Direktorat Siber Polri telah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus penyebar konten ujaran kebencian.
Mereka di antaranya Mohammad Faisal Todong, Sri Rahayu Ningsih, Jasriadi, dan Mahammad Abdullah Harsono dan Asma Dewi. Tersangka utama Jasriadi, dan Asma Dewi terakhir kali menjalani pemeriksaan Rabu (4/10) kemarin. Dalam pemeriksaan itu, keduanya kompak mengaku tak saling kenal.