REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Maaruf mengatakan, ia melihat ada sandiwara yang dilakukan pemerintah dalam penentuan Perppu Ormas. Karena itu, ia meminta, DPR-RI untuk obyektif dalam menentukan Perppu ini akan dijadikan Undang-undang (UU) atau tidak.
"Saya melihat ada semacam sandiwara. Sehingga pihak pemerintah tidak lagi menghormati DPR," ungkap Slamet kepada Republika.co.id, Rabu (4/10) malam.
Hal itu, dia katakan, lantaran dalam rapat yang dilakukan Komisi II DPR-RI, hanya satu dari tiga menteri yang diundang yang datang, yaitu Menteri Komunikasi dan Informatika (Mekominfo) Rudiantara. Sedangkan dua menteri lainnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) tak hadir dalam rapat tersebut.
"Pemerintah terlalu yakin DPR akan menerima itu Perppu," kata dia.
Karena itu, Slamet berharap, DPR-RI untuk selalu obyektif dalam membahas Perppu tersebut. Dalam meminta pendapat pun, lanjut dia, DPR-RI harus melibatkan pimpinan ormas Islam, termasuk Presidium Alumni 212.
"DPR harus obyektif. Dalam meminta pendapat libatkan pakar hukum, undang pimpinan ormas islam. Seharusnya (termasuk) karena kita sudah minta RDPU sejak lama," ujar Slamet.
Sebelumnya, rapat pembahasan Perppu Ormas antara Komisi II DPR dan perwakilan pemerintah, pada Rabu (4/10), berlangsung penuh perdebatan. Pasalnya, dari tiga menteri yang diundang, hanya ada satu menteri yang bisa menghadiri rapat tersebut. Menteri yang hadir justru menteri yang tidak memiliki kaitan langsung dengan Perppu Ormas.